Aktivis dan PBB Kecewa Hasil COP26, India Lockdown Polusi untuk Pertama Kali

- Senin, 15 November 2021 | 17:46 WIB
Greta Thunberg
Greta Thunberg

LONDON– Kecewa. Itulah yang dirasakan oleh para aktivis lingkungan atas hasil kesepakatan KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Inggris. Sebab di detik terakhir ada revisi. Hanya satu kata, tapi bisa mengubah segalanya. Yaitu dari menghapuskan bahan bakar fosil menjadi hanya mengurangi penggunaannya saja.

Revisi itu adalah usulan India yang didukung Tiongkok. Dua negara tersebut adalah pengguna batu bara tertinggi di dunia. Tiongkok yang pertama, disusul India dan Amerika Serikat di urutan ketiga. Dengan kata lain, mereka adalah negara-negara penghasil polusi terbesar.

’’#COP26 sudah berakhir. Ini ringkasan singkatnya: bla..bla..bla.. Tapi pekerjaan sebenarnya terus berlanjut di luar pertemuan tersebut. Dan kami tidak akan pernah menyerah, selamanya,’’ cuit aktivis lingkungan asal Swedia Greta Thunberg mengkritisi hasil kesepakatan 200 negara itu seperti dikutip Agence France-Presse.

Selama konferensi, Thunberg dan aktivis lainnya juga sudah mengecam negara-negara peserta COP26. Menurut mereka, para pemimpin dunia telah gagal mencocokkan kata-kata mereka dengan tindakan nyata di lapangan. Mereka belum mampu memenuhi kesepakatan perubahan iklim di Paris pada 2015 lalu.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga turut memberikan kritik. Tapi tidak blak-blakan seperti Thunberg. Dia memperingatkan bencana karena perubahan iklim bakal tiba. Menurutnya hasil COP26 adalah kompromi yang mencerminkan kepentingan, kontrakdiksi dan kemauan politik dunia saat ini. Kesepakatan itu tidak cukup. Guterres juga mengirimkan pesan pada para pemuda, komunitas adat, pemimpin peremuan dan semua pihak yang memimpin aksi perubahan iklim.

’’Saya tahu kalian mungkin kecewa. Tapi kita tengah berjuang untuk hidup kita dan pertarungan ini harus dimenangkan,’’ cuit Guterres. Presiden COP26 Alok Sharma juga menyesali proses negosiasi yang panjang dan berlarut-larut namun akhirnya harus berubah di akhir. ’’Saya sangat menyesalinya,’’ ujarnya.

Batu bara masih menjadi bisnis yang menjanjikan. Australia bahkan terang-terangan menyatakan bahwa mereka akan tetap menjual batu bara termal untuk beberapa dekade mendatang. Itu karena permintaan pasar masih tinggi. Mereka beralasan jika tidak menjualnya, negara lain akan mengisi kekosongan tersebut. Austalia adalah pengekspor terbesar kedua, sumber pembangkit listrik tenaga batu bara tersebut.

Terpisah, efek dari polusi dan perubahan iklim terpampang nyata di India. Polusi udara di New Delhi memaksa pemerintah setempat untuk menutup sekolah selama sepekan ke depan. Proyek-proyek konstruksi juga diminta untuk berhenti selama 4 hari. Para pegawai negeri sipil diminta bekerja dari rumah, termasuk pekerja swasta.

Itu semua adalah upaya pemerintah untuk melindungi penduduk dari polusi asap beracun. Mereka menyebutnya sebagai lockdown polusi. ’’Sekolah-sekolah ditutup agar anak-anak tidak menghirup udara yang tercemar,’’ tegas Kepala Menteri Delhi Arvind Kejriwal.

Ibu kota India itu merupakan kota terpolusi di dunia. Setiap musim dingin, pencemaran dari emisi kendaraan, asap pabrik serta pembakaran sisa pertanian menetap di langit kota tersebut. Sabtu (13/11) Mahkamah Agung (MA) menyarankan agar Delhi melakukan lockdown guna mengatasi kualitas udara. Kejriwal bersama para petinggi lain menyetujui saran MA itu. ’’Lockdown polusi tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini akan menjadi langkah yang ekstrim,’’ ujarnya.

Dewan Pengendali Polusi Pusat menyarankan agar pemeritah bersiap mengambil langkah-langkah darurat. Itu karena kualitas udara yang buruk itu akan berlangsung hingga 18 November. Pada malam hari angin cenderung tenang, membuat udara kotor tersebut tidak bergerak. Pada Sabtu, level PM 2.5 di Delhi sudah lebih dari 300. Itu 20 kali batas maksimal harian yang direkomendasikan oleh WHO. PM 2.5 merupakan partikel polusi udara terkecil dan paling berbahaya.

The Times of India melaporkan bahwa beberapa rumah sakit menerima kenaikan pasien yang cukup tinggi karena masalah pernafasan. Yaitu sektiar 12-14 pasien per hari di unit gawat darurat. ’’Mereka datang saat malam ketika gejalanya menyebabkan gangguan tidur dan kepanikan,’’ujar Dr Suranjit Chatterjee dari Apollo Hospitals. (sha/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X