Ramainya Wisatawan di Maratua dan Derawan, Bangkit Setelah Pandemi Covid-19 Mereda (2)

- Kamis, 11 November 2021 | 11:35 WIB
Kampung Bohemia Silian Maratua. (MYAMIN)
Kampung Bohemia Silian Maratua. (MYAMIN)

Usai menengok pelaku UMKM cinderamata dan home stay di Kampung Teluk Alulu, rute rombongan para wartawan selanjutnya menuju ke Desa Bohe Silian.

Dari penuturan warga, arti kata "Bohe" dalam bahasa masyarakat setempat adalah air. Sedangkan, kata "Silian" suatu nama salah satu orang atau tokoh pada zaman dulu. Panorama desa ini juga sangat indah.

Awan dan air biru terhampar dengan pasir putih menjadi dominan di desa ini. Kampung di Bohe Silian cukup ramai dan beberapa home stay yang mendapat pembinaan dari Bank Indonesia sudah cukup baik fasilitasnya.

Salah satu penerima bantuan Bank Indonesia, Hadianto, mengaku sangat terbantu atas pemberian alat kerja berupa mesin bor dan gerindra dari Bank Indonesia. Produksi cinderamata yaitu gantungan kunci berbahan kerang kini bisa meningkat.

"Sangat terbantu pak ada alat lengkap diberikan Bank Indonesia. Dulu, belum ada alat, saya hanya bisa kerjakan dua buah cinderamata saja sehari. Sekarang, dengan alat lengkap, bisa sampai 15 buah cinderamata yang bisa saya kerjakan," kata Hadianto.

Pada Minggu (7/11/2021), rombongan Bank Indonesia dan wartawan menyempatkan kunjungi Derawan dan pulau Kakaban. Sebelum, bertolak kembali ke kota Balikpapan.

Para wisatawan di Derawan cukup ramai. Apalagi status Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Berau mulai turun ke level 3 dan menuju level 1.

Pariwisata di Berau yang bangkit ini dirasakan oleh pemandu wisata, Dion. Ia menjelaskan dalam dua bulan terakhir dirinya sudah sibuk mengantar para wisatawan yang datang ke Derawan, Kakaban dan Maratua.

"Wisatawan banyak datang dari Balikpapan, Tarakan dan Samarinda. Dan kami sudah tak khawatir karena sebagian besar disini semua sudah ikut vaksin," kata Dion.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kaltim Sri Wahyuni menjelaskan kunjungan ke pulau Kakaban apabila mengikuti mengikuti kaidah eko wisata mestinya jumlah wisatawan yang berkunjung bisa dibatasi.

Karena, bila ada kerusakan terjadi di pulau tersebut, maka butuh biaya waktu sangat besar. Karena, belum diketahui pasti bertahannya ubur-ubur di air danau.

"Tetapi, saat ini wisatawan dengan biaya yang cukup murah bisa mendapat ekowisata yang berharga di pulau Kakaban. Inilah yang perlu edukasi," kata Sri.

Dikatakan Sri, pengelolaan Pulau Kakaban mesti ada kerjasama dengan instansi terkait yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan masyarakat. Sehingga, ada pendampingan pengelolaan wilayah konservasi.

"Nanti kita akan meminta bantuan ke Universitas Mulawarman dan NGO. Kemana bisa untuk kelola Kakaban. Memberi edukasi. Nggak apa-apa, bayar Rp 100 ribu tetapi dapat melihat ubur-ubur di Indonesia cuma satu dan di dunia hanya lima," jelasnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X