Sekitar 80 orang atau perwakilan pemilik rumah dari 99 orang terdampak pembongkaran bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) segmen Gang Nibung, menuju Jembatan Ruhui Rahayu, mengikuti sosialisasi di Kantor Lurah Sidodadi, Senin (18/10). Diikuti warga dari RT 30, 31, 33, 34, 35, dan 36, yang terbagi dalam dua sesi, pagi dan siang.
SAMARINDA–Kepala bidang (Kabid) Keagrariaan Dinas Pertanahan Samarinda Yusdiansyah menuturkan, sosialisasi itu merupakan kegiatan awal penyampaian kepada warga terdampak.
Selanjutnya, timnya akan melakukan validasi data guna percepatan berkas administrasi kegiatan. “Sementara untuk kepastian tentang siapa saja warga yang sudah menerima ganti rugi pada 2002, masih dihimpun. Kami target validasi data rampung hingga seminggu ke depan,” ucapnya.
Selanjutnya, pihaknya juga telah mengajukan permohonan pengukuran lahan ke BPN agar segera dilaksanakan, sehingga peta bidang segera diterbitkan. Hal itu penting untuk mengetahui luas lahan dan bangunan yang dimiliki warga sebagai bahan perhitungan tim appraisal atau kantor jasa penilaian publik (KJPP), menghitung ganti rugi bagi warga yang memiliki sertifikat, atau menghitung biaya kerahiman bagi warga yang hanya memiliki surat kepemilikan seperti segel, SPPT, atau kuitansi jual beli. “Kalau memang pemilik lahan dulu pernah menerima ganti rugi tanah atau rumah, maka hanya biaya bongkar dan mobilisasi yang bisa diberikan,” ujarnya.
Yusdiansyah menyebut, pada 2002, pemkot punya program pembongkaran SKM dengan memberikan dua opsi ganti rugi kepada warga terdampak. Berupa rumah atau tanah dengan titik lokasi Perumahan Sambutan Asri (Pelita 4), Sambutan Indah Permai (Pelita 7), Handil Kopi, Bengkuring, dan SKM Damanhuri II. “Memang ada juga warga yang memilih bertahan, tidak menerima ganti rugi. Tetapi ada juga warga yang sudah menerima ganti rugi rumah atau tanah tetapi tidak pindah, mengaku belum menerima uang bongkar seperti yang dijanjikan kala itu. Nanti diklasifikasikan lagi setelah validasi data selesai,” jelasnya.
Ditemui terpisah, Sulaiman yang merupakan warga RT 35 menyebut tidak keberatan dengan rencana pembongkaran. Namun, dia berharap, nilai ganti rugi yang diberikan sesuai. Dia juga mendorong pemkot agar belajar ke Pulau Jawa, misalnya ganti rugi PT Pertamina bagi warga di Tuban, Jawa Timur, atau ganti rugi lahan jalan tol Jogjakarta-Bawen. “Itu nilai ganti ruginya sesuai dengan keinginan warga,” singkatnya.
Tak berbeda, Mila, yang tinggal di kawasan RT 36, berharap mendapat ganti rugi minimal sama dengan harga tanah yang dulu dibelinya pada 2014. Dia membeli tanah dari warga terdahulu senilai Rp 40 juta. Namun, tidak mengetahui apakah pemilik terdahulu sudah diganti rugi atau belum. “Waktu membeli kami tidak tahu. Harapannya minimal sama dengan harga beli terdahulu,” ucapnya.
Ditemui terpisah, Plt Lurah Sidodadi Budi Triharyono menyebut, pihaknya bertugas sebagai fasilitator, menyampaikan keinginan warga ke pemerintah perihal ganti rugi. Di sosialisasi pun pihaknya membagi dua sesi, pertama pada pagi diikuti RT 30, 31, 33, dan 34 sebanyak 46 kepala keluarga (KK), sedangkan di sesi kedua siang diikuti RT 35 dan 36 sebanyak 53 KK.
“Kami membantu menyampaikan aspirasi warga, sedangkan untuk data kegiatan pembongkaran terdahulu juga kami tidak memiliki,” singkatnya. (dns/dra/k8)