Masih Ada Cashback, Operator Diminta Lapor

- Selasa, 19 Oktober 2021 | 14:29 WIB
DIRESPONS LEGISLATIF: RI Irwan (kedua kiri) didampingi Avi Muktim Amin (kedua kanan) saat berkunjung ke Pelabuhan Feri Kariangau kemarin.
DIRESPONS LEGISLATIF: RI Irwan (kedua kiri) didampingi Avi Muktim Amin (kedua kanan) saat berkunjung ke Pelabuhan Feri Kariangau kemarin.

Pelabuhan Feri Kariangau, Balikpapan diyakini sudah terbebas dari praktik cashback atau uang kembali. Namun, lain halnya di Pelabuhan Feri Penajam. Praktik itu berjalan masif.

 

BALIKPAPAN-Upaya Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XVII Kaltim-Kaltara memberantas cashback di pelabuhan feri menemui jalan terjal. Bila sebelumnya lembaga vertikal tersebut dinilai sukses menertibkan praktik terlarang itu di Pelabuhan Feri Kariangau, lain halnya di Penajam. Diduga ada oknum yang berusaha memanfaatkan kelemahan BPTD untuk bermain curang.

Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XVII Kaltim-Kaltara Avi Mukti Amin mengaku belum mengetahui mengenai praktik cashback kembali terjadi di Pelabuhan Feri Penajam, Penajam Paser Utara (PPU). Pasalnya, hal tersebut menjadi ranah operator. Dan bukan menjadi ranah BPTD selaku regulator.

Tugas regulator adalah memastikan keselamatan di pelabuhan feri sudah sesuai dengan standar pelayanan publik (SPP). Tetapi kalau terkait cashback, itu urusan operator. Saya enggak bisa komentar. Karena itu sudah saya koordinasikan dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Dan itu sudah klir sebetulnya,” kata dia.

Dirinya juga kembali menyampaikan bahwa di Pelabuhan Feri Kariangau maupun Pelabuhan Feri Penajam, tidak ada lagi cashback. Akan tetapi, jika ada yang menemukan praktik tersebut di lapangan, dia pun mempersilakan untuk melakukan klarifikasi kepada operator yang bersangkutan. Kalau di Kariangau, saya kira sudah bersih (tak ada cashback atau pengondisian muatan). Artinya reformasi baik itu administrasi, SDM (sumber daya manusia), dan pelayanan di lapangan sudah cukup oke,” klaim dia.

Hal tersebut bisa terwujud, menurutnya, lantaran pengawasan tidak hanya dari internal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) semata. Melainkan juga dari aparat penegak hukum (APH). Pihaknya sudah melakukan beberapa kerja sama dalam bentuk memorandum of understanding (MoU) dan berkomitmen untuk saling melakukan pengawasan. Jadi tidak boleh, ada saling sikut-menyikut. Kalau ranahnya hukum, kami kembalikan ke hukum,” tegas dia.

Adapun pertemuan terakhir pembahasan persoalan cashback tersebut dilaksanakan di Kantor BPTD Wilayah XVII Kaltim-Kaltara, Terminal Batu Ampar, Balikpapan Utara pada 22 Juli lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri seluruh operator pelayaran dan regulator terkait Pelabuhan Feri Kariangau, termasuk dengan KPPU. Kantor Wilayah (Kanwil) V KPPU Kalimantan, berpandangan tidak mempersoalkan cashback itu tetap dilakukan operator. Sepanjang tidak melakukan predatory pricing atau praktik menjual barang di bawah harga modal.

Kepala Kanwil V KPPU Kalimantan Manaek SM Pasaribu kala itu mengatakan, pemberian cashback merupakan bentuk persaingan dari operator. Serta merupakan upaya efisien dari operator sendiri. Karena tidak bisa melarang pelaku usaha untuk tidak melakukan cashback berapa pun, selama mereka masih diuntungkan. Dan juga konsumen diuntungkan,” kata dia.

Hal yang dilarang adalah penetapan cashback dari para operator. Karena itu, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 yang mengatur mengenai penetapan harga, dijelaskan bahwa Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang samaJadi dilarang bersekongkol untuk menetapkan harga. Itu adalah salah satu pelanggaran persaingan usaha yang sangat berat,” jelas dia.

Dengan demikian, menurut dia, praktik cashback sah saja dilakukan operator pelayaran. Sepanjang tidak menggerus biaya produksi. Yang lebih dikenal dengan istilah jual rugi atau predatory pricing. Sebagaimana diterangkan dalam Pasal 20 UU 5/1999, yaitu pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi.

Atau menetapkan harga yang sangat rendah. Dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan. Sehingga bisa mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Jadi memang predatory pricing ini ada syarat-syaratnya. Dan kami juga memerlukan bukti, apakah mereka melakukan predatory pricing atau tidak. Dan bisa berakibat kepada persaingan usaha tidak sehat,” terang Manaek.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X