BALIKPAPAN-Cabor menembak gagal mempersembahkan satupun medali bagi Kaltim, pada gelaran PON XX Papua. Catatan ini sekaligus memutus tradisi emas PON yang diraih Kaltim sejak PON Palembang, Sumatra Selatan 2004.
Prestasi tertinggi tentu saja saat Kaltim didapuk sebagai tuan rumah PON 2008. Saat itu cabor menembak mempersembahkan Sembilan emas, enam perak dan lima perunggu. Raihan ini mengantarkan Kaltim sebagai juara umum cabor menembak.
Pada PON kali ini, Jawa Barat ke luar sebagai juara umum cabor menembak dengan koleksi sebelas emas, dua perak dan enam perunggu. Posisi kedua diraih tuan rumah Papua dengan sepuluh emas, sembilan perak dan lima perunggu. Disusul DKI Jakarta yang membawa pulang enam emas, tujuh perak dan enam perunggu.
Prestasi menembak Kaltim yang terjun bebas, membikin mantan manajer tim menembak Kaltim pada PON 2008 dan 2016 Sarwono Hidayat meradang.
Laki-laki yang kerap disapa Babe ini menilai, prestasi ini merupakan yang terburuk sejak dia berkecimpung di olahraga menembak. "Sejak PON 2004 kita tidak pernah putus medali emas. Tahun ini jangankan emas, perak dan perunggu saja kita tidak kebagian. Bahkan kita kalah dari Kaltara yang sanggup membawa pulang satu emas," ujar dia kecewa.
Sarwono, yang juga Ketua Harian Pengkab Perbakin Kutim ini menilai, prestasi menembak Kaltim pada PON kali ini lantaran Pengprov Perbakin terlalu berani menunjuk manajer dan pelatih yang belum punya jam terbang di multi ajang sekelas PON.
“Kalau bicara atlet, kita tidak kalah. Harusnya kita bisa meraih medali, bahkan sangat mungkin emas,” kata dia.
Ya, pada gelaran PON Papua 2021, Kaltim memang diperkuat oleh Dwi Firmansyah yang notabene punya jam terbang tinggi lantaran pernah berlaga di SEA Games. Begitu juga dengan Eka Adi, yang disebut Sarwono begitu menjanjikan saat persiapan.
Pada PON kemarin, Dwi Firmansyah, lanjut Sarwono sudah menunjukkan kelasnya dan lolos sebagai finalis di kelas rifle men 50 meter.
“Tapi kenapa ketika pertandingan mereka tidak maksimal, berarti ada yang salah dalam mengelola atlet,” ungkap dia.
Selain itu, kaltim masih punya atlit muda air pistol men 10 meter atas nama Sandy. Sayang kata Sarwono, potensi Sandy tak dapat dioptimalkan karena harus bermain di rapid men 25 meter dan free pistol 50 meter.
Untuk itu, dia meminta agar pengurus Perbakin Kaltim melakukan evaluasi terkait menurunnya prestasi cabor menembak. “Harus ada evaluasi menyeluruh, jangan egois,” pungkas dia. (hul)