Kejadian Mahasiswa Di-Smackdown Polisi Langgar Prinsip HAM

- Sabtu, 16 Oktober 2021 | 10:37 WIB
Polisi membanting mahasiswa hingga tak sadarkan diri dan kejang-kejang.
Polisi membanting mahasiswa hingga tak sadarkan diri dan kejang-kejang.

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta tindakan represif dan aksi kekerasan terhadap masyarakat tidak terus terulang. Hal itu mereka sampaikan merespons insiden yang terjadi di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada Rabu (13/10). Menurut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam insiden tersebut sudah melenceng dari prinsip-prinsip HAM.

Kepada awak media, Anam menyatakan bahwa pihaknya mengecam tindakan represif dan aksi kekerasan itu. "Tindakan itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan tentu saja itu potensial melanggar HAM," terang dia (14/10). Dalam aksi demo di Kabupaten Tangerang dua hari lalu, seorang mahasiswa bernama M. Faris Amrullah dibanting oleh seorang aparat kepolisian dari Polresta Tangerang. Dia kemudian kejang-kejang. 

Insiden tersebut kemudian viral di media sosial. Alhasil mendapat perhatian banyak pihak. Termasuk dari Komnas HAM. Selain potensial melanggar HAM, Anam menyatakan bahwa insiden tersebut diyakini telah melanggar protokol tetap yang dibuat oleh Polri. Karena itu, pihaknya tidak ingin insiden serupa terulang. "Harus diupayakan (tindakan represif dan aksi kekerasan oleh aparat kepolisian) agar tidak berulang kembali dimanapun dan kepada siapa pun di seluruh Indonesia," beber Anam. 

Untuk mendalami, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan pemantauan awal. Pihaknya sudah berkomunikasi dengan aparat kepolisian. Sejauh ini, Anam menyebut, tim dari Polda Banten dan Mabes Polri sudah mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan yang berlaku. "Dari Polda Banten maupun dari Mabes Polri sudah turun ke sana dan melakukan pemeriksaan kepada petugas tersebut," bebernya.

Anam turut mengapresiasi langkah cepat yang telah dilakukan oleh aparat kepolisian. Namun demikian, dia meminta prosesnya dilalukan secara lebih terbuka. "Profesional, transparan, dan akuntabel," jelasnya. "Pentingnya prinsip-prinsip itu agar memastikan bahwa peristiwa serupa kelak di kemudian hari tidak berulang kembali," tambah dia. Apalagi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo selalu menekankan pendekatan humanis dan melarang tindakan represif dan kekerasan.

Sementara itu, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri mendesak Kapolri untuk memproses penegakan hukum terhadap anggota polisi yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa yang menyampaikan pendapat.

"Kapolresta Tangerang harus mengusut dengan menyeluruh dan menindak tegas aparat keamanan yang melakukan tindakan represif dalam kasus ini," kata Arif. Dia menyebut proses penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian sejatinya memang dapat diperbolehkan. Hanya saja harus mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Arif menjelaskan, di dalam Perkap tersebut penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian harus sesuai dengan prinsip-prinsip necesitas, legalitas, dan proporsionalitas, serta masuk akal (reasonable). "Berkaca pada peristiwa penanganan masa aksi tersebut, kami melihat bahwa tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dalam video tersebut tentu tidak berdasar asas necesitas," ungkapnya. (syn/tyo)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB
X