Maskulinitas dan Kultur Lokal di Balik Julukan Tim-Tim Liga 1, Dari Macan, Buaya, sampai Kekuatan Tiga Dewa

- Senin, 11 Oktober 2021 | 09:56 WIB
Maskot Persebaya
Maskot Persebaya

Ada semangat Dionysian atau semangat menunjukkan kegagahan di balik berbagai julukan klub Indonesia. Sebagian muncul dari inisiatif kepala daerah. Ada pula yang lahir di tengah perjalanan.

 

MOBIL melaju menuju Stadion Brantas, Batu, saat mereka mulai berbincang tentang julukan untuk Arema. Ovan Tobing mengingat, beberapa usulan terlontar dari wartawan sejumlah media yang semobil dengannya.

”Awalnya, muncul ide julukan Arema Macan Gunung,” kata mantan manajer Arema tersebut kepada Jawa Pos Radar Malang di Kota Malang Kamis (7/10).

Ketika itu, tepatnya pada 1990, Galatama memasuki musim ke-10. Sejumlah tim lain, baik Galatama maupun Perserikatan, sudah mulai punya julukan. Lalu, Ovan pun usul mengapa tidak pakai singa saja sesuai dengan logo Arema. Dan, semua seperti sepakat dengan usulan tersebut.

Namun, ada persoalan tersisa: apa yang cocok disandingkan dengan kata singa? Setelah berpikir beberapa saat, menurut Ovan, ada salah seorang wartawan yang nyeletuk, ”Edyan”. Karena bukan orang Jawa, nada edan terdengar berbeda. Ovan sreg dengan padu padan itu: Singo Edan. ”Saat itu banyak yang setuju dengan julukan Singo Edan. Meski, ada juga yang kurang setuju karena di Malang penyebutan edan adalah gendeng,” jelasnya.

Sampai sekarang, lebih dari tiga dekade berselang, Singo Edan melekat sebagai julukan Arema FC. Dan, klub juara Galatama 1992–1993 tersebut merupakan satu di antara sekian klub Liga 1 yang menjadikan binatang sebagai nickname mereka. Dengan berbagai alasan dan landasan sejarahnya.

Ada Maung Bandung untuk Persib Bandung, Macan Kemayoran (Persija Jakarta), dan Macan Putih (Persik Kediri). Ada pula Juku Eja sebagai julukan PSM Makassar, Super Elang Jawa (PS Sleman), Pesut Etam (Borneo FC), dan Laskar Sape Kerrap (Madura United).

Mahfud, penulis buku Persik sang Juara dan Persik Juara Sejati, menyatakan bahwa inspirasi di balik julukan Macan Putih sangat sederhana. Pada 1999 itu, Maschut, wali kota Kediri saat itu, terinspirasi dari gambar Macan Putih di logo kota yang dipimpinnya. Setelah itu, julukan Macan Putih mulai digaungkan. Suvenir dan merchandise-nya mulai dibuat. Tidak berhenti sampai di situ. Agar benar-benar ”sakral”, Maschut juga menginisiatori ide membangun monumen Macan Putih. ”Dari batu marmer dan dipasang di depan Stadion Brawijaya,” ungkapnya.

Bagaimana dengan Macan Kemayoran? Gerry Anugerah Putra, penulis buku Gue Persija, menjelaskan bahwa alasan Persija dijuluki demikian belum diketahui secara pasti. ”Belum banyak referensi. Tapi, orang Persija dulu bilangnya Macan Betawi itu julukan ke pemain Tan Liong Houw,” ungkapnya.

Berdasar cerita rakyat, sambungnya, Macan Kemayoran diambil dari julukan untuk pendekar bernama Murtado. Selain itu, pada abad ke-18, Macan masih banyak ditemukan di sekitar Jakarta. Tepatnya di jalur Jatinegara–Priok. Namun, macan diyakini punah di Jakarta pada 1886. Macan terakhir tersebut dikabarkan mati ditembak orang Belanda dengan sebutan: Simons Kemayoran. ”Mungkin, kalau dikaitkan, bisa jadi ke sana. Tapi, kurang tahu ada literasinya atau tidak,” kata Gerry kepada Jawa Pos.

Di luar binatang, warna kebesaran, dan tokoh, kandungan spiritualitas dan kultur menjadi pilihan julukan klub-klub di kompetisi strata teratas tanah air. Dan, sejumlah klub dikenal punya julukan lebih dari satu. Green Force dan Bajul Ijo untuk Persebaya Surabaya, misalnya. Juga, Macan Kemayoran dan Si Jampang untuk Persija serta Maung Bandung dan Pangeran Biru buat Persib Bandung.

Dhion P. Prasetya, pemerhati sejarah Persebaya, menjelaskan bahwa Green Force dan Bajul Ijo sebenarnya lahir dari media. Keduanya muncul dan langsung menjadi representasi Persebaya. ”Unda-undi munculnya. Bajul Ijo lebih dulu, lalu Green Force. Tapi, ketika final 1987, nama Green Force yang muncul di Stadion Gelora Bung Karno,” jelasnya.

Dhion mengungkapkan, dulu sempat ada semacam ”kelas pemisah” antara julukan Bajul Ijo dan Green Force. Namun, kini tidak lagi. Setiap Bonek berhak memilih julukan untuk Persebaya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

“Bukan Saya yang Indisipliner”

Jumat, 19 April 2024 | 16:00 WIB

KBL Kembali Digulirkan Akhir Pekan Ini

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB

Ingin Gelar Kejuaraan Paralayang Dunia di Kotabaru

Jumat, 19 April 2024 | 14:30 WIB

Karate Fokus Mengasah Psikis

Selasa, 16 April 2024 | 11:30 WIB

Duka Olahraga Kaltim, Polo Berpulang

Selasa, 16 April 2024 | 10:50 WIB

Dansa Kaltim Berharap Tryout ke Luar Negeri

Selasa, 16 April 2024 | 10:30 WIB

Aldila Debut Ganda di Stuttgart

Senin, 15 April 2024 | 17:34 WIB

Gia Sedih Bakal Lawan Megawati

Senin, 15 April 2024 | 16:30 WIB

Bukti Gaharnya Performa Aprilia

Senin, 15 April 2024 | 14:45 WIB

Aldila Debut Ganda di Stuttgart

Senin, 15 April 2024 | 13:50 WIB
X