Kisah Umat Buddha Bontang, SKB Dua Menteri Jadi Penghambat dan Alasan Kaum Kecil Bangun Rumah Ibadah

- Senin, 4 Oktober 2021 | 12:05 WIB
TERUS DIUSAHAKAN: Meski belum ada kepastian dukungan pembangunan vihara, umat Buddha di Bontang tetap berupaya. Sementara ini, Sonny Lesmana menunjukkan bilik ibadah miliknya di lokasi wisata Lembah Permai Adventure Park.
TERUS DIUSAHAKAN: Meski belum ada kepastian dukungan pembangunan vihara, umat Buddha di Bontang tetap berupaya. Sementara ini, Sonny Lesmana menunjukkan bilik ibadah miliknya di lokasi wisata Lembah Permai Adventure Park.

Nyaris dua dekade umat Buddha di Bontang, Kaltim, berjuang mendirikan rumah ibadah. Namun, setiap upaya tersebut kerap berakhir buntu.

 

FITRI WAHYUNINGSIH, Bontang

 

Pendeta Tepanus Igau mengingat betul kejadian 2018 lalu. Pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kelir di Kelurahan Api-Api, Bontang Utara, sempat disoal warga. Tiba-tiba saja menolak pembangunan gereja. Padahal, sebelumnya tak ada yang keberatan.

Pihak gereja negosiasi ulang. Kembali meyakinkan warga. Walau sempat tarik-ulur, pelan-pelan sikap warga melunak. Proses pembangunan gereja kemudian dilanjutkan. Hal serupa juga pernah terjadi di gereja GPPS, Kelurahan Loktuan. Mulanya, proses peribadatan dilakukan di bangunan biasa, serupa rumah. Namun, di depannya ada papan nama gereja sudah berdiri.

Pengurus lantas berencana mendirikan bangunan gereja yang lebih representatif. Namun, rencana itu ditentang warga. Alasannya klasik. Tak terima gereja dibangun di permukiman mayoritas. Yang jadi soal, proses peribadatan sudah berlangsung jauh sebelum warga memadati lokasi tersebut. “Masyarakat datang belakangan sebelum berdirinya gereja. Namun, jumlah masyarakat lebih banyak, mengusik yang lebih dulu ada,” ungkap Pendeta Tepanus. Kendati tak sepenuhnya sama, kedua cerita di atas serupa yang dialami umat Buddha. Bedanya, baik GBI maupun GPPS Loktuan akhirnya dapat berdiri. Sementara vihara, sudah diperjuangkan nyaris dua dekade, justru tak kunjung ada hasilnya.

Menanggapi itu, Pendeta Tepanus bilang, dia cukup menyayangkan ketika Pemkot Bontang tak memfasilitasi warganya yang ingin beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Tentu dalam hal ini kebutuhan menjalankan ritual keagamaan di rumah ibadah. Yang mestinya dilakukan pemkot, sebutnya, bertanggung jawab mengakomodasi setiap kerinduan dan kebutuhan itu. Sebab itu menyangkut kebutuhan mendasar setiap individu yang mengakui keesaan Tuhan.

Selama lebih sembilan tahun bermukim di Bontang, Pendeta Tepanus tak pernah mengalami atau melihat diskriminasi berbasis agama langsung. Semisal ucapan menghina dan merendahkan. Yang kerap terjadi, SKB dua menteri justru dijadikan dalih menghambat atau mempersulit upaya kelompok minoritas mendirikan rumah ibadah. “SKB dua menteri memang sering jadi penghambat dan alasan bagi kaum kecil (minoritas) membangun rumah ibadah. Tetapi sesunguhnya peran pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang menentukan boleh atau tidaknya mendirikan rumah ibadah. Karena UUD 1945, sebagai hukum tertinggi sudah menaungi dan mengamanatkan hal itu,” urainya.

Sebenarnya, Pendeta Tepanus masih berkeyakinan aturan itu diterbitkan pemerintah guna menjaga keharmonisan antarumat beragama. Pemerintah bertujuan baik. Namun, realita di masyarakat tak demikian. Bahkan kerap jauh api dari panggang. SKB itu tak ubahnya alat legitimasi kelompok mayoritas mengontrol kelompok minoritas. Kelompok yang seharusnya diayomi, alih-alih dikontrol. “Di situ menjadi keliru, sehingga SKB dua menteri itu perlu dipertimbangkan kembali. Agar pemerintah bisa mengambil kebijakan langsung bagi masyarakat yang membutuhkan,” harapnya.

I Ketut Wirta, wakil Hindu di FKUB mengungkapkan hal serupa. Bahwa sesuai amanat UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2, negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya tersebut. “Bila mengacu konstitusi, sudah selaiknya pemerintah menjaga dan menjamin kebebasan, serta menyediakan fasilitas atau tempat yang layak bagi warganya untuk beribadah,” jelasnya. Namun, untuk izin pendirian rumah ibadah di Bontang, kata Ketut, FKUB berpegangan pada SKB dua menteri. Apabila ada permintaan diajukan dan seluruh persyaratan terpenuhi, pemerintah mestinya tak mempersulit. Namun, akibat penerapan aturan itu, umat Buddha Bontang kesulitan mendirikan vihara. Izinnya tak kunjung terbit. Pasalnya, sejumlah persyaratan di SKB tak terpenuhi. Seingat Ketut, umat Buddha tak memenuhi syarat minimal jumlah penganut.

Walhasil, ketika mau ibadah, umat Buddha Bontang mesti melakukan perjalanan hingga tiga jam ke Samarinda, atau 1,5 jam ke Sangatta, Kutai Timur. Perlu dicatat, jalan trans Kaltim kondisinya memprihatinkan. Banyak kerusakan. Bahkan beberapa ruas malah jadi jalur hauling perusahaan tambang batu bara ilegal. “Izinnya belum terealisasi karena salah satu persyaratan yang belum bisa dipenuhi. Semoga ke depannya bisa terlaksana,” ungkap pria yang sejak 2017 tergabung dalam FKUB itu.

Secara terbuka, Ketut menilai, SKB dua menteri sebetulnya kontradiktif dengan semangat konstitusi. Tapi menurutnya, semua itu dilakukan demi menjaga kerukunan dan keamanan bersama. Terlebih selama ini banyak penyalahgunaan rumah ibadah. Misalnya pengajuan dana hibah ke pemerintah. “Kalau sekarang jarak masih bisa ditempuh. Tapi keamanan dan kerukunan itu yang mahal,” jelas Ketut.

Sementara itu, Ketua MUI Bontang Imam Hambali tegas mengatakan, izin boleh diterbitkan selama umatnya ada. Juga tidak ada penolakan warga setempat. Itu dilakukan agar tak terjadi gesekan antarwarga. Sebab, dia menilai, isu agama dan keyakinan masih dianggap sensitif di Bontang, bahkan Indonesia secara umum.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X