SUGENG SUSILO, S.H
STAF BIRO HUKUM SETDA. PROVINSI KALIMANTAN UTARA
Indonesia adalah negara dengan segudang kelebihan yang dimiliki, dari keindahan alam, panorama laut yang begitu indah, sampai keramah tamahan orangnya, dibuktikan dengan bagaimana cara menerima dan menyambut orang asing (wisatawan) yang datang, khususnya yang berambut pirang dan berkulit putih, terkesan tidak apatis dan protagonis, sehingga banyak orang asing yang terkesima dengan orang-orang Indonesia dan tidak sedikit yang menjadikan belahan jiwa (isteri atau suami).
Akan tetapi dibalik kelebihan tersebut tidak dipungkiri ada kekurangannya juga. Dan salah satu kekurangan dari bangsa Indonesia yaitu dalam memandang dan menjaga lingkungannya dari sampah yang terkesan apatis dan “dingin”. Patut kiranya merenungi perkataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono “Alam akan baik pada kita jika kita pelihara kebersihan dan keindahan. Sayangi tanaman, pepohonan, alam dan mahluk hidup.
Ada sebuah pernyataan dari warga asing yang sudah menetap di Indonesia dikarenakan bersuamikan warga Indonesia. Dari pernyataannya ada hal yang menarik yang dikeluarkannya ketika ditanya oleh warga Asing ketika berkunjung ke Indonesia dalam rangka berlibur menemani suaminya yang notabene berwarganegara Indonesia, akan tetapi menetap di Jerman dalam channel youtubenya “Vigus Gitano”. Salah satu pertanyaan yang diajukan sungguh menarik untuk kita renungi bersama dan menjadikan pelajaran untuk berubah. “Apa yang kamu tidak suka dari Indonesia? jawabannya adalah “selain udaranya panas, sampah ada dimana-mana”.
Ketika masih duduk dibangku sekolah dasar penulis sering mendengarkan ucapan guru yang sejatinya mendidik murid-muridnya agar ketika membuang sampah harus pada tempatnya. “Ingat yaa anak-anak buanglah sampah pada tempatnya, karena kebersihan bagian dari Iman”. Nilai dasar (Basic velue) dalam menjaga dan “menyanyangi” lingkungan sebenarnya sudah ditanamkan pada mindside anak bangsa sejak dini, dan pemerintah telah mengeluarkan regulasi untuk melindungi dan menjaga kebersihan lingkungan masyarakat dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2018 tentang pengelolaan sampah, dalam pasal 29 ayat 1 huruf e yang berbunyi “setiap orang dilarang : membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
Perlu kiranya kita mencontoh negara-negara maju dengan intensitas sampah yang begitu besar akan tetapi pengelolaan dan perhatian masyarakat begitu tinggi terhadap sampah yang dapat membahayakan, merusak keindahan lingkungan dan tidak kalah pentingnya yaitu merusak kewibawaan negara. Presiden Singapura Lee Kuan Yew namanya, yang berperan besar terhadap kesadaran masyarakatnya terhadap sampah, sehingga menjadi salah satu negara terbersih didunia.
Islam merupakan sebuah agama yang salah satu ajarannya memerintahkan kepada ummatnya untuk selalu menjaga kebersihan, baik itu kebersihan fisik, hati maupun lingkungannya, karena sesungguhnya Allah maha bersih sebagaimana hadist nabi yang berbunyi “Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu (H.R. Tirmizi).
Kalau kita membaca buku-buku fiqih, bahwa dalam bab pertama pasti tentang bersuci (thaharah), karena bersuci (thaharah) memiliki posisi yang sangat tinggi dan mulia, bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia, menjaga kemulian dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kerbersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya.
Terkait dengan kebersihan lingkungan, pemerintah dan masyarakat harus intens bersinergi dalam menangani sampah yang begitu massiv tercecer bukan pada tempatnya, sehingga nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang beradab bukan dalam tataran teortis dan khayalan belaka. wallahu a’lam bissawab. (***)