"Cat Ajaib” Antiradar Berbasis Teknologi Nuklir Inovasi Wisnu Ari Adi

- Kamis, 30 September 2021 | 14:30 WIB
Kapal milik TNI AL yang dilumuri cat antiradar. (Hilmi Setiawan dan dokumentasi Batan)
Kapal milik TNI AL yang dilumuri cat antiradar. (Hilmi Setiawan dan dokumentasi Batan)

Pengujiannya baru dilakukan di kapal, tapi cat antiradar bisa digunakan di berbagai kendaraan tempur militer dan kepolisian. Agar efisien, Wisnu Ari Adi berupaya menghasilkan kemampuan menyerap gelombang radar yang maksimal dengan lapisan cat setipis-tipisnya.

 

M. HILMI SETIAWAN, Tangerang Selatan

 

PENGUJIAN cat antiradar hasil inovasinya itu dilakukan Wisnu Ari Adi di tengah berbagai pembatasan kegiatan akibat pandemi Covid-19. Padahal, dia mesti melibatkan kapal besi. ’’Saya tidak bisa membawa tim banyak-banyak,’’ katanya saat ditemui di kompleks kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Serpong, Tangerang Selatan, Rabu pekan lalu (22/9).

Pengujian itu berlangsung di Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Jakarta Utara pada Februari lalu. Saat itu dia membawa dua unit kapal siluman berbahan besi berdimensi 2 x 1 meter untuk piloting pengujian. Satu unit kapal besi dicat dengan bahan cat antiradar. Kemudian, satu unit kapal besi lainnya dicat dengan bahan cat biasa. Dua kapal itu lalu ditarik berjejer dengan kapal pemandu milik TNI-AL. Urutannya, kapal pemandu, kapal dengan cat penyerap gelombang radar, dan terakhir kapal dengan cat biasa.

Dalam pengujian tersebut, pria yang dikukuhkan sebagai profesor riset di lingkungan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) pada 15 September lalu itu menggunakan fasilitas radar uji KRI Amboina-503. Kapal perang milik TNI-AL itu biasanya digunakan untuk mengangkut tank amfibi. Hasilnya, dari yang seharusnya mendeteksi tiga kapal berjalan, yaitu kapal pemandu dan dua kapal besi, ternyata yang terdeteksi radar hanya dua objek. Kapal besi yang dilumuri cat antiradar lolos dari pemantauan.

Namun, pria kelahiran Malang, 13 Desember 1971, itu belum sepenuhnya puas dengan hasil tersebut. Pengujian berikutnya, kapal dengan cat antiradar dikesampingkan dulu. Hasilnya, radar mendeteksi dua kapal atau objek. Kemudian, diganti lagi formasinya: hanya kapal pemandu dan kapal bercat antiradar. ’’Ternyata benar, yang terdeteksi radar hanya kapal pemandu,’’ ungkapnya.

Wisnu lega karena akhirnya kapal besi yang dibalut ”cat ajaib” tersebut benar-benar hilang dari pantauan radar milik TNI-AL. Kapal itu pun bisa disebut kapal siluman seperti milik sejumlah negara maju. Hasil pengujian tersebut memperkuat pengujian sebelumnya yang dia lakukan pada 2019. Saat itu satu unit kapal patroli keamanan laut (patkamla) berukuran 15 meter dilapisi cat antiradar. Total yang dia habiskan lebih dari 1 ton. Dan, dibutuhkan waktu 15 hari untuk melakukan pengecatan. Waktu yang dibutuhkan cukup lama lantaran pengecatan dilakukan secara manual dengan menggunakan spray. Kemudian, pengecatan dilakukan dengan cara berlapis-lapis atau layer. Dengan ketebalan sekitar 3 milimeter.

Dalam pengembangan risetnya, Wisnu berupaya menghasilkan kemampuan menyerap gelombang radar yang maksimal dengan lapisan cat setipis-tipisnya agar bisa lebih efisien.

Lulusan program magister dan doktor di Universitas Indonesia (UI) itu menceritakan, penelitian cat penyerap gelombang radar dimulai sejak 2010. Kemudian, formulasi yang maksimal dalam menyerap gelombang radar ditemukan pada 2017. Hasil penyerapan optimal yang didapatkan Wisnu berada di angka 90 persen. ’’Inovasi ini sebelumnya saya jadikan topik disertasi di material sains UI,’’ kenangnya.

Dia mendapatkan teori bahwa ada dua faktor yang memengaruhi gelombang radar: intrinsik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik terkait dengan bentuk atau geometri dan ketebalan sebuah objek. Dengan bentuk atau geometri yang dibuat sedemikian rupa, sebuah objek bisa mengacaukan gelombang radar. Gelombang radar menjadi semburat ke mana-mana dan tidak terpantul lagi ke perangkat penerima pantulan gelombang radar.

Wisnu mencontohkan, hampir semua jenis pesawat militer siluman punya bentuk yang selalu aneh-aneh. Memiliki banyak sisi atau lekukan-lekukan. Misalnya, pesawat F-117 Nighthawk milik Amerika Serikat. ’’Bentuk yang aneh itu bukan gaya-gayaan, melainkan untuk memancarkan pantulan gelombang radar ke mana-mana,’’ jelasnya.

Sementara itu, faktor intrinsik berupa internal material yang mampu menyerap gelombang radar. Wisnu menjelaskan bahwa cat antiradar itu masuk kategori faktor intrinsik. Bahan utama pembuat cat antiradar tersebut berasal dari salah satu hasil ekstraksi logam tanah jarang, yaitu lantanum. Logam tanah jarang ketika diekstraksi menghasilkan banyak kandungan. Selain lantanum, ada juga serium dan neodimium. Wisnu memilih kandungan lantanum karena logam itu memiliki kandungan mineral paling besar jika dibandingkan dengan hasil ekstraksi lainnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X