Tantangan Hilirisasi Mulai Teratasi

- Selasa, 28 September 2021 | 12:37 WIB

Hadirnya hilirisasi sumber daya alam di Kaltim bakal jadi keniscayaan. Sebab, pemerintah makin agresif menarik investor dan mengembangkan kawasan industri (KI) serta kawasan ekonomi khusus (KEK).

 

SAMARINDA - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, ekonomi Kaltim sampai sekarang masih banyak bertumpu pada sektor primer terutama batu bara. Hal ini harus dihentikan dengan menghadirkan hilirisasi sumber daya alam agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkelanjutan, dan inklusif.

“Saat ini, tantangan utama pengembangan KEK dan KI terkait kepastian dan insentif penyediaan lahan serta pelabuhan sudah mulai dapat diatasi,” jelasnya, Senin (27/9). Menurutnya, kesiapan lahan yang clear and clean bisa menjadi daya tarik utama kawasan ekonomi di Indonesia, seperti yang terlihat pada Kaltim Industrial Estate (KIE) Bontang.

Peraturan Bupati (Perbup) Kutai Timur No 16 Tahun 2021 yang merevisi peraturan sebelumnya, juga berhasil menurunkan harga sewa lahan secara signifikan dan memberikan masa tenggang bebas sewa (grace period) yang lebih menarik, sehingga menjadikan KEK Maloy lebih kompetitif.

Sesuai perbup tersebut, grace period bertambah dari dua tahun menjadi empat tahun. Harga sewa tahunan juga diturunkan dari Rp 33.895 – Rp 101.685 per meter persegi menjadi Rp 1.750 per meter persegi, dengan jangka waktu 20 tahun dan tarif sewa ditinjau setiap 10 tahun.

“Selain itu, pembangunan dan proses commissioning test pelabuhan KEK MBTK juga telah diselesaikan, namun masih perlu segera disepakati terkait pengelolaan pelabuhan agar dapat segera memberikan signal positif bagi calon investor,” tuturnya.

Menurutnya, komitmen kuat pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang pro-investasi hilirisasi, dan profesionalitas dalam pengelolaan kawasan juga menjadi faktor kunci keberhasilan pengembangan kawasan ekonomi. Sebagai tambahan, daya tarik kawasan perlu dilengkapi pula dengan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal sebagai sweetener sebagaimana yang dilakukan Tiongkok dan Vietnam.

Beberapa insentif tersebut seperti kemudahan konektivitas multimoda, pengelola kawasan yang profesional dan suplai tenaga kerja yang kompeten dengan upah kompetitif. Selain itu, pengelola kawasan juga perlu menyediakan infrastruktur dasar yang terintegrasi, berbiaya rendah, dan kompetitif sewa/jual, utilitas dan lainnya, serta fasilitasi perizinan yang mudah dan cepat tersedia onsite di kawasan.

Pengelola kawasan dapat berkolaborasi dengan mitra strategis dalam pengelolaan KEK/KI, untuk dapat membuka akses dukungan investor dan pembiayaan, jaringan bisnis dan pasar, teknologi, serta dapat berbagi risiko dan kompetensi yang saling menguntungkan.

“Peluang untuk mempercepat realisasi hilirisasi di KI/KEK semakin terbuka dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan online single submission berbasis risiko (OSS-RBA), yang disertai dengan penguatan koordinasi atau komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah serta penguatan fungsi investor relation yang responsif dan ramah investasi,” tutupnya. (ctr/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB

Desa Wisata Pela Semakin Dikenal

Selasa, 16 April 2024 | 11:50 WIB

Pekerjaan Rumah Gubernur Kaltim

Selasa, 16 April 2024 | 09:51 WIB

Usulkan Budi Daya Madu Kelulut dan Tata Boga

Selasa, 16 April 2024 | 09:02 WIB

Di Balikpapan, Kunjungan ke Mal Naik 23 Persen

Senin, 15 April 2024 | 17:45 WIB

Libur Lebaran, Okupansi Hotel di Kaltim Meningkat

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB

Supaya Aman, Membeli Properti pun Ada Caranya

Senin, 15 April 2024 | 10:30 WIB
X