BICARA kehidupan saat ini, tidak lepas dari penggunaan gadget. Merupakan bagian dari koneksi sesama. Hanya saja, bagaimana bijak dan memahami fungsinya itu yang penting. Apalagi ketika berhadapan dengan anak, mengenalkan gadget mesti bertahap.
“Fungsi gadget itu apa? Nah orang tua harus paham sebelum dia memberikan ke anaknya. Orang tua harus betul-betul jadi role model bagi anak khususnya dalam penggunaan handphone di kehidupan sehari-hari,” beber psikolog klinis Patria Rahmawaty atau biasa dipanggil Rahma.
Bertahap mengenalkan dimulai dari fungsi utamanya sebagai alat komunikasi. Biasanya dikenalkan pada usia dini. Kemudian bertahap sebagai sumber informasi hingga usia remaja di mana ada fungsi entertainment hingga sosial media.
“Ketika orang tua enggak paham fungsi handphone sesungguhmya, dan dia sudah berani kasih ke anaknya, maka mereka harus paham risikonya. Apa? Bisa kecanduan, sampai mungkin mengakses informasi yang belum seharusnya dia tahu,” lanjut psikolog Siloam Hospital Balikpapan itu.
Disebutkan jika anak jauh lebih pintar untuk utak-atik berbagai fitur gadget. Sebab merupakan bagian dari tumbuh kembang anak dengan rasa penasarannya. Termasuk ketika usia remaja, mengenal sosial media dan lainnya.
“Kapan anak bisa bertanggung jawab dengan gadget yang kita kasih? Semua tergantung pada edukasi ke anak pertama kali. Orangtuanya mesti paham, bisa jadi role model misal menggunakan handphone bukan di setiap waktu,” lanjutnya.
Kaitannya dengan penggunaan media sosial bijak, peran orang tua untuk memberi sex education juga perlu. Jangan sampai anak mengakses atau menyalahgunakan fitur atau layanan di handphone dengan sembrono.
“Sex education itu tidak hanya how to make a sex. Tapi sebenarnya how to denial, how to protect your self and your body. Enggak sekadar edukasi bagaimana pencegahan supaya tidak hamil, enggak,” sebutnya.
Rahman mengatakan jika sejauh ini pemahaman masyarakat terhadap sex education adalah tabu. Diajarkan atau diinfokan ketika anak memasuki masa pubertas. Padahal tidak seperti itu.
Paling sederhana, bisa dikenalkan dan diajarkan saat anak memasuki masa toilet training. Rahma menyebut jika anak belajar bahwa bentuk kelamin mereka berbeda dengan lawan jenis. Berpakaian selayaknya perempuan dan laki-laki.
Mengenal anggota tubuh termasuk bagian yang boleh atau tidak disentuh. Termasuk oleh ayah atau ibu mereka sendiri. “Kalau tahap pertama itu mereka sudah paham anggota tubuhnya, tahap kedua ajarkan untuk protect bagian itu. Artinya dia menghargai anggota tubuhnya, siap menjaga dirinya,” jelas Rahma.
“Ke depannya kan proteksi supaya tidak terjadi pelecehan seksual pada anak di bawah umur atau pedofilia. Itu kita ajarkan supaya paham, harus begitu dulu. Jangan sampai ketika dia sekolah, seenaknya angkat-angkat rok. Itu bagian dari edukasi seks loh,” lanjut dia.
Bangun komunikasi terus berlanjut hingga memasuki usia pubertas. Mengajarkan perubahan bentuk tubuh masing-masing. Rahma menekankan bahwa pesan yang ingin disampaikan adalah menghargai tubuh diri sendiri.
Setelah tahu bahwa tubuhnya berharga, anak akan selektif dalam pergaulan. “Termasuk kaitannya dalam dunia media sosial. Tidak gampang percaya atau diperdaya. Karena sudah punya benteng sejak kecil kalau dia punya tubuh yang berharga,” paparnya.
Jika komunikasi dengan anak terbangun, maka kepercayaan terbentuk. Hal ini berkaitan dengan sikap orang tua yang tak jarang melarang anaknya atau mengawasi ketat aktivitas anak di dunia maya.
Rahma menegaskan jika semakin anak diedukasi atau diberitahu dengan kekerasan, misal merampas handphone dan lain-lain. Bisa jadi anak akan semakin jadi. Oleh sebab itu, dia menyarankan untuk para orang tua “sengaja” menyibukkan anak.
Sehingga tidak setiap waktu dia gunakan bermain gadget. Anak memahami jika ada pekerjaan atau tugas rumah yang bisa dia kerjakan. Sebagai pengalihan agar tak melulu di depan gawai.
“Aku aja kadang ribut sama anak soal handphone. Jangan ada kekerasan. Beri dia kesibukan, misal pekerjaan rumah, ajak permainan keluarga. Tapi bukan berarti melarang, anak tetap butuh itu untuk hiburan kan, jangan terlalu dikekang,” bebernya.
Komunikasi terjalin efektif saat anak dan orang tua saling percaya. Sejak dini orang tua paham bagaimana memberi edukasi atau pemahaman terkait hal di sekitar. Mulai bijak menggunakan handphone hingga terkait hal pribadi.
“Intinya adalah orang tua harus paham dulu apa yang diajarkan ke anak. Kemudian menjadi role model, jadi contoh. Ingat, sejak kecil anak itu adalah peniru ulung. Kalau orang tuanya suka main gadget setiap waktu, ya jangan paksa anak untuk menuruti batas waktu bermain gadget,” tutupnya. (rdm/ndu)