Warga Mengeluh Aroma Busuk Karet, DLH: Kenapa sejak Awal Menyetujui

- Kamis, 23 September 2021 | 14:58 WIB
DIANGGAP MENCEMARI UDARA: PT Multi Kusuma Cemerlang yang bergerak di bidang pengolahan karet alam dianggap menjadi biang pencemaran udara di permukiman kawasan Jalan Gotong Royong, Palaran.DADANG YS/KP
DIANGGAP MENCEMARI UDARA: PT Multi Kusuma Cemerlang yang bergerak di bidang pengolahan karet alam dianggap menjadi biang pencemaran udara di permukiman kawasan Jalan Gotong Royong, Palaran.DADANG YS/KP

Kampung bau karet, begitu warga di Jalan Gotong Royong, Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Palaran, menyematkan nama permukiman. Bukan tanpa alasan, ada aroma tak sedap yang selalu dirasakan warga dari perusahaan pabrik yang beraktivitas di sekitar.

 

DELAPAN rukun tetangga (RT) terdampak pencemaran udara itu. Di RT 12, 13, 14, 15, 17, 23, 24, dan 31. Aroma busuk telah dirasakan warga selama empat tahun terakhir.

Sumbernya dari perusahaan karet PT Multi Kusuma Cemerlang (MKC), yang tepat bersebelahan dengan lingkungan tempat tinggal penduduk. Setiap hari, warga sekitar dipaksa menghirup udara beraroma amonia, hasil pengolahan pabrik karet yang beroperasi sejak 2017. Pagi dan sore menjadi waktu aroma tak sedap semakin mengganggu.

"Apalagi setelah hujan, makin menyengat. Sebenarnya bukan cuma di lingkungan Jalan Gotong Royong aja yang merasakan, di Sagara RT 25 dan 26 juga, mereka dekat. Totalnya ada 10 RT sebenarnya," ungkap Muhammad Tang Pa Gala, ketua RT 24 Kelurahan Handil Bakti. Gala menuturkan, sebelum pabrik mulai beroperasi, warga sekitar sempat diminta untuk bertanda tangan dalam persyaratan uji analisis dampak lingkungan (amdal). Saat itu, persetujuan antara warga dan PT MKC sempat dihasilkan. Salah satunya mempekerjakan masyarakat sekitar.

"Itu awalnya kami tanda tangan aja, karena sewaktu itu perusahaan janji kalau kami dipekerjakan, tapi ternyata tidak berjalan. Dibatasi usia, maksimal 35 tahun, padahal waktu itu janjinya batas usia sampai 60 tahun. Yang kami dapat sekarang cuma aroma tak sedap aja," keluhnya.

Upaya mediasi telah dilakukan beberapa kali oleh warga dengan pihak perusahaan, serta instansi terkait di Kelurahan Handil Bakti. Sayang, hingga kini pencemaran udara masih dirasakan warga sekitar. "Enggak tahu hasilnya, sampai sekarang tidak jelas. Kami masih mencium aroma yang sama," ungkapnya.

Ditemui terpisah, General Manager PT MKC Sudarmadji dalam penjelasannya yang dikirimkan melalui email menerangkan, PT MKC senantiasa mengedepankan aspek sosial dan lingkungan. Perusahaan juga menerapkan prinsip keterbukaan dan berkomunikasi secara konstruktif dengan seluruh stakeholder, termasuk masyarakat di lingkungan sekitar pabrik. "Kegiatan operasional dan produksi yang dilakukan perusahaan telah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, termasuk sesuai izin dan amdal yang disetujui pemerintah. perusahaan sangat memerhatikan aspek lingkungan pada seluruh kegiatan operasional dan produksi. Selain itu, tingkat kebauan di pabrik dan lingkungan sekitar juga diperiksa secara berkala oleh lembaga ahli independen," terangnya dalam pernyataan tertulis.

Dalam penanganan bau karet, perusahaan telah menggunakan teknologi penyerap udara atau air scrubber yang dapat mengurangi bau seminimal mungkin. "Penanganan juga terbuka untuk inovasi-inovasi lain yang dapat mengurangi bau," ungkapnya. Disinggung permasalahan penyerapan tenaga kerja, PT MKC tidak merespons.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda Nurrahmani menerangkan, seharusnya warga sekitar tidak menyetujui perusahaan tersebut ketika uji publik terkait amdal digelar. Namun, saat itu warga menyetujui. DLH pun tak bisa menolak keputusan tersebut.

"Karet itu pasti bau, tapi dulu sewaktu buat dokumen lingkungan ada uji publik, kenapa warga tidak menolak. Kami kan tidak bisa menolak juga uji publik kalau mereka (masyarakat) setuju. Saat itu kami diundang dalam uji publik dan tidak ada yang menolak," terangnya.

Namun, pengawasan terhadap permasalahan lingkungan tetap dilakukan DLH secara rutin. Laporan warga terkait pencemaran udara tetap diperhatikan. "Masalah bau itu kami ada rutin ya datang ke PT MKC untuk pengawasan, perusahaan juga ada uji air dan lainnya yang kami pantau. Tetap pengawasan dan laporan yang kami terima, intinya tidak meluas," kuncinya. (*/dad/dra/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X