RMU Terpasang Melebihi Produksi Gabah

- Kamis, 23 September 2021 | 13:24 WIB
Sutarto
Sutarto

Kapasitas rice milling unit (penggilingan padi) dan pabrik beras yang terpasang di seluruh Indonesia, jumlahnya sudah melampaui 3-4 kali dari produksi rata-rata gabah petani per tahun.

 

PENAJAM - Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Sutarto Alimoeso saat dihubungi Kaltim Post, kemarin mengatakan, kondisi penggilingan padi saat ini begitu mengkhawatirkan. Bahkan bisa terjadi perebutan gabah agar penggilingan padi tetap survive.

Ia dihubungi koran ini berkaitan pengurus Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi (Perpadi) Penajam Paser Utara (PPU) yang mengeluhkan pembangunan RMU oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU di Desa Sri Raharja, Kecamatan Babulu, PPU, yang peletakan batu pertama pembangunannya pada Selasa, 17 Agustus 2021 lalu. RMU yang dikelola Perumda Benuo Taka PPU itu mendapatkan penyertaan modal pemerintah daerah Rp 29 miliar dengan target dapat meningkatkan pelayanan kepada petani dan pendapatan asli daerah (PAD).

Sutarto Alimoeso mengatakan, secara nasional pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pemasangan RMU skala kecil atau 94 persen tersebar di desa-desa. Sementara penggilingan skala menengah 4,7 persen dan skala besar 1,14 persen. “Kemudian, belakangan ini pemerintah pusat maupun daerah tak lagi mempertimbangkan penggilingan padi kecil ini. Bahkan, ada pemerintah daerah yang turut berinvestasi membangun RMU besar dan menganggap ini sebagai cara menyelesaikan masalah. Karena menganggap penggilingan padi kecil tidak efisien,” katanya.

Pemerintah daerah yang menerapkan kebijakan seperti ini, kata dia, perlu dikoreksi. “Kami sudah berkali-kali menyuarakan kepada pemerintah bahwa perlu kehati-hatian apabila mau membangun penggilingan padi baru. Jadi, kalau di PPU akan membangun pabrik beras baru itu harus dihitung dulu kemampuan penggilingan padi yang sudah ada itu sebenarnya berapa? Saya yakin penggilingan padi yang tersedia sudah mampu, bahkan lebih,” tuturnya. Ia mengkhawatirkan pembangunan RMU tanpa memperhitungkan penggilingan padi yang sudah ada bisa bernasib sama seperti yang terjadi di Kutai Kartanegara (Kukar), yang akhirnya, kata dia, jadi besi tua dan monumen.

Atas dasar perhitungannya, penggilingan padi di PPU mampu menangani jumlah panen petani. Sayangnya, tutur dia, penggilingan padi jenis kecil ini belum disentuh oleh pemerintah. Kalaupun tujuannya untuk meningkatkan PAD, Sutarto Alimoeso usul bisa dilakukan dengan cara revitalisasi penggilingan padi kecil dengan pemberian kredit murah melalui program usaha kecil menengah (UKM).

Penggilingan padi kecil yang sudah direvitalisasi itu, kata dia, bakal bisa melayani petani secara maksimal dan menghasilkan pajak buat daerah. Selanjutnya, perumda bekerja sama dengan penggilingan-penggilingan padi kecil itu bekerja sama dengan para aparatur sipil negara (ASN) untuk konsumsi beras yang ditampung perumda. “Penggilingan padi kecil dibangun bekerja sama petani setempat. Jadilah satu closed room mulai dari padi, kredit usaha rakyat mulai benih, pupuk, tanam, dan produksi padinya digiling melalui penggilingan padi kecil di desa itu yang sudah direvitalisasi. Kemudian, perumda tinggal menangkap hasilnya. Bahkan perumda bisa jadi pemasok benih, pupuk, alat pertanian,” katanya. Ia menambahkan, dengan modal ini, pemerintah tidak hanya mendapatkan PAD, tetapi menghidupkan ekonomi warga di perdesaan.

Diberitakan, Perpadi PPU meminta agar pembangunan RMU ditinjau ulang. RMU ini dibangun dengan penyertaan modal pemerintah daerah sebesar Rp 29 miliar, dan dikelola Perumda Benuo Taka PPU.

“Pernah. Kami sampaikan agar pembangunan RMU itu ditinjau ulang waktu hearing di DPRD. Karena sudah banyak contoh riil gilingan-gilingan besar di Babulu mangkrak dan jadi besi tua. Pernah kami sampaikan juga kalau di Kukar proyek seperti itu mangkrak. Polanya sama, yaitu kerja sama dengan perumda dan sekarang jadi besi tua karena merugi,” kata Ketua DPC Perpadi PPU Totok Suprapto, diberitakan sebelumnya.

Ia mengatakan, Perpadi dengan anggota 82 orang itu tetap menyayangkan pembangunan RMU. Sebab, selain anggaran besar, tingkat keuntungan untuk PAD jauh dari perkiraan dan kajian pemerintah daerah.  “Kami pesimistis RMU yang dibangun itu menangguk PAD dalam jumlah seperti yang ditargetkan. Landasannya adalah kecenderungan hasil produksi petani dalam lima tahun terakhir ini menurun,” kata Totok Suprapto. (ari/far/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X