Banjir Memang Bukan Preman

- Sabtu, 18 September 2021 | 10:15 WIB
Bambang Iswanto
Bambang Iswanto

Pernyataan menarik diungkapkan Wali Kota Samarinda Andi Harun ketika menjadi narasumber dalam sebuah talk show di Samarinda belum lama ini, “Banjir itu bukan preman, tapi alam.” Ucapan ini merupakan jawaban atas pertanyaan besar yang sering dilontarkan masyarakat, kenapa banjir di Samarinda terus berlangsung.

Andi Harun membandingkan penanganan preman dengan banjir. Menurut dia, preman bisa tertangani dalam waktu cepat. Sementara penanganan masalah banjir tidak bisa cepat disebabkan ada faktor alam yang mengiringi. Orang gampang diatur, tapi tidak dengan alam. Begitulah kira-kira inti yang disampaikan Andi Harun.

Pernyataan Andi Harun pasti diamini oleh siapa pun yang mengerti bahwa banjir berawal dari peristiwa alam hujan. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya bukan lagi tentang dari mana datangnya hujan, tetapi mengapa hujan yang dulunya membawa berkah sekarang sering berubah menjadi bencana bagi sebagian warga Samarinda.

Hujan adalah peristiwa alam. yang bahkan menjadi nama sebuah musim di Indonesia. Yang ketika jatuh pada bumi yang terjaga dengan baik maka akan mendatangkan keberkahan. Tanah menjadi subur, tanaman tumbuh dengan baik, dan banyak lagi manfaat yang dirasakan manusia dan makhluk hidup lainnya dengan turunnya hujan. Namun sebaliknya, ketika hujan turun di bumi yang rusak, keadaan bisa berbalik dari berkah menjadi bencana banjir yang mendatangkan penderitaan.

Di balik perubahan kondisi ini ada faktor manusia yang terlibat. Bumi rusak bukan karena hujan, tetapi karena ulah tangan manusia. Samarinda sering banjir sekarang bukan karena hujan. Sebelum ada kota dan bernama Samarinda pun, hujan sudah ada di atas bumi Samarinda. Dan turun hujan saat itu belum menjadi hal yang dikhawatirkan kehadirannya seperti sekarang ini.

Ketika masih banyak bukit-bukit, pepohonan, dan rawa-rawa di Samarinda menjadi penadah air hujan, banjir tidak terjadi. Namun ketika bukit dipangkas, hutan digunduli, rawa-rawa dialihfungsikan menjadi permukiman, jadilah semuanya penyebab banjir.

Perbukitan hilang bukan karena alam, demikian pula hutan dan rawa yang tertimbun. Semua karena rekayasa dan ulah tangan-tangan jahil manusia. Eksploitasi tambang dan alih fungsi lahan tanpa memerhatikan etika lingkungan menjadi penyebab bumi rusak dan kehilangan keseimbangannya.

Perbukitan dan hutan yang menahan air hujan “ngantre” teratur ke dataran yang lebih rendah habis dibabat. Jadilah air tumpah bablas sekaligus tanpa tertahankan, dan dengan cepat menggenangi daerah-daerah yang rendah.

Tuhan menciptakan bumi untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh manusia. Jelas sekali dalilnya pada QS Al-Baqarah Ayat 29, “Dan Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu”. Tentang ayat ini, Sayyid Quthb menjelaskan, Allah menciptakan seluruh yang ada di bumi untuk dikelola secara baik oleh manusia demi kelangsungan hidupnya. Artinya sejak awal bumi diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia.

Celakanya banyak manusia yang hanya ingat memanfaatkannya tanpa memerhatikan syarat yang diberikan Tuhan ketika mengambil manfaat dari bumi. Syaratnya itu adalah jangan sampai membuat bumi rusak. “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.”

Memanfaatkan sumber alam tanpa disertai pemeliharaannya sudah diperingatkan Allah akan mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk di dalamnya banjir. Peringatan yang sangat tegas disampaikan dalam QS Ar-Rum Ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

PREMANISME BUMI

Para perusak bumi, pantas disebut sebagai preman-preman alam. Merekalah yang menyebabkan belahan bumi rusak. Tindakan ugal-ugalannya yang menyalahi aturan Allah dan hukum positif yang menyebabkan banjir.

Dalam konteks inilah para pemimpin memiliki kewenangan menghentikan aksi premanisme terhadap alam. Masyarakat memahami wali kota saat ini tidak bisa disalahkan atas banjir yang memang sudah ada sebelum jabatan dipegang. Seperti yang disampaikan di dalam beberapa berita, sudah banyak langkah yang ditempuh untuk mengatasi makin parahnya banjir terkait penanganan yang bersifat fisik.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X