SAMARINDA–Permasalahan banjir rupanya tak pernah lepas dari Kota Tepian. Setiap musim hujan, sejumlah wilayah selalu terendam.
Belum juga banjir di Kelurahan Sempaja Timur surut, wilayah lain ikut tergenang. Kelurahan Tani Aman dan Simpang Tiga sejak Rabu (11/9) air masih menggenang. Setidaknya ada 1.107 kepala keluarga (KK) dengan 3.648 jiwa di 14 rukun tetangga Kelurahan Simpang Tiga terendam. Warga yang terdampak di Kelurahan Tani Aman sebanyak 742 KK dengan 2.294 jiwa. Ketinggian banjir yang merendam wilayah pemukiman berkisar 40–80 sentimeter.
Ketua RT 18 Tani Aman Hasbullah (56) menjelaskan, banjir memang selalu terjadi di wilayahnya ketika hujan intensitas tinggi. Terlebih dengan durasi yang panjang. Sepekan sebelumnya, banjir sempat menggenang. Belum juga surut sepenuhnya, banjir kembali meninggi.
"Mulanya dari seminggu lalu. Memang sempat surut, bahkan jalanan mulai terlihat. Tetapi karena hujan turun lagi akhirnya debit airnya meninggi. Puncaknya Rabu 14 September lalu, hujan hampir seharian. Ketinggian air terus menaik. Namun, sejak pagi tadi perlahan debitnya mulai menurun," ucapnya.
Pria yang bermukim di Tani Aman sejak 1980 itu menyebut, paling tidak banjir akan surut dalam waktu dua hari. Namun, hal itu kembali lagi dengan cuaca yang ada, serta pasang surut Sungai Mahakam. "Surut jika Sungai Mahakam tidak pasang," ungkapnya.
Menurut Hasbullah, banjir yang selalu menggenang disebabkan beberapa faktor. Aktivitas pengupasan lahan di Desa Purwajaya, Kukar, yang mana lokasinya lebih tinggi dari Kelurahan Tani Aman, menjadi salah satu penyumbang banjir. Selain itu, adanya pendangkalan anak Sungai Mahakam di wilayahnya.
"Sungai itu normalnya sekitar 2 meter dalam. Memang ada pendangkalan di anak sungai, imbas sampah dan pembangunan yang menjorok ke sungai," terangnya.
Banjir yang terjadi akibat rusaknya lingkungan sebenarnya bukan hal yang tabu. Rusaknya lingkungan berbuah musibah ini juga kerap dibahas.
Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, musibah musiman ibu kota Kaltim merupakan hal yang wajar jika melihat peta wilayah yang ada. Sebab, sekitar 71 persen wilayah Samarinda masuk konsesi pertambangan. Di antaranya bahkan merupakan wilayah yang seharusnya menjadi kawasan tangkap air.
"Sekitar 50 ribuan hektare yang diserahkan ke pertambangan. Itu setara dengan luas Balikpapan. Samarinda itu sudah pada taraf darurat. Krisis wilayah resapan air. Jadi wajar jika Samarinda banjir," ungkap Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda Nurrahmani tak menampik banjir yang terjadi merupakan buah dari hasil kerusakan lingkungan yang terjadi.
"Kerusakan lingkungan itu kan dampak dari kegiatan, ya macam-macam, pengupasan lahan, tambang dan lainnya. Ada benarnya juga penyampaian rekan dari Jatam itu. Meski wilayah Samarinda memang rendah, tapi diperparah kerusakan lingkungan," ucapnya.
Perempuan yang akrab disapa Yama ini juga menjelaskan adanya kegiatan tanpa izin membuat kerusakan lingkungan bertambah parah. Sebab, kegiatan tersebut tentunya tidak memperhatikan aspek lingkungan. Baik berdasarkan RTRW ataupun dampak lainnya. (*/dad/dra/k8)