DUA tempat pembuangan akhir (TPA) di Kota Tepian tak mampu menampung seluruh sampah yang tersebar seantero kota. Dari 860 ton sampah se-Samarinda, hanya sekitar 600 ton yang mampu diolah agar tak mencemari lingkungan. Namun, residu rumah tangga yang meluber masih memiliki potensi menarik investor.
Pemkot bahkan sudah meneken memorandum of understanding (MoU) dengan perusahaan asal Negeri Kanguru untuk urusan mengolah limbah di ibu kota Kaltim itu. “Sudah MoU dengan PT GEO Trash Management. Mereka mengelola limbah plastik dan organik,” ungkap Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Limbah plastik diolah perusahaan itu jadi geodiesel atau solar. Sementara sampah organik menjadi kompos. Selain Samarinda, Kutai Kartanegara dan Bontang turut menjalin kerja sama dengan perusahaan tersebut dalam pengolahan dua jenis limbah. Kesepakatan awal sudah diteken. Kini pemkot bakal meninjau lokasi pengolahan limbah plastik jadi geodiesel atau solar itu yang sudah berjalan di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di sana, pengolahan sampah plastik per harinya bisa menghasilkan 600 liter solar dari 1 ton sampah yang diolah. “Bakal tinjau ke sana juga seperti apa cara kerjanya. Karena pasti bangun perusahaan di sini,” singkatnya.
Samarinda hanya memiliki dua TPA, yakni TPA Bukit Pinang dan TPA Sambutan. Keduanya punya kendala, sehingga tak bisa bekerja maksimal mengolah limbah akhir di Kota Tepian. TPA Bukit Pinang teramat uzur usianya sejak beroperasi perdana medio 90-an, dan tetap beroperasi meski seharusnya sudah ditutup sejak 2014 silam. Sementara TPA Sambutan, terkendala akses jalan yang tengah dibangun. (ryu/dra/k16)