TOKYO– Perwakilan Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) Selasa (14/9) bertemu. Mereka berkumpul di Tokyo membahas tentang denuklirisasi di Korea Utara (Korut). Pertemuan itu hanya berselang sehari setelah Pyongyang mengumumkan kesuksesan menggelar uji coba rudal jelajah jarak jauh terbarunya.
’’Perkembangan terakhir di Republik Demokrati Rakyat Korea (DPRK) adalah peringatan pentingnya komunikasi erat dan kerjasama tiga negara,’’ tegas Utusan Khusus AS untuk Korut Sung Kim. DPRK adalah nama resmi Korut.
Ketiga negara tersebut membahas cara untuk memecahkan kebuntuan dengan Korut terkait program senjata nuklir dan misil balistiknya. Program tersebut membuat negara yang dipimpin Kim Jong-un itu mendapatkan sanksi internasional bertubi-tubi. Imbasnya, perekonomian Korut terpuruk.
Meski begitu, mereka tidak berhenti mengembangkan senjata. Salah satu buktinya adalah uji coba rudal akhir pekan lalu. Sanksi PBB tidak mencakup uji coba rudal jelajah, meski begitu bukan berarti senjata ini tidak berbahaya. Para pakar menilai bahwa senjata tersebut mampu membawa hulu ledak nuklir. Ia diprediksi bisa menghindari sistem radar pertahanan misil dan daya jangkaunya bisa mencapai seluruh wilayah Jepang serta Korsel.
Utusan Jepang Takehiro Funakoshi dan Utusan Korsel Noh Kyu-duk menegaskan tetap terbuka untuk menempuh jalur diplomasi guna menyelesaikan masalah Korut. Pihak Gedung Putih AS juga siap untuk berhubungan dengan Korut meski Pyongyang menguji coba rudalnya.
Presiden AS Joe Biden harus lebih cerdik dari Donald Trump. Suami Melania itu sempat menuai banyak pujian dan sorotan karena berhasil membawa Korut ke meja dialog dan menginjakkan kaki di wilayah demiliterisasi (DMZ) Korut. Sayangnya, pertemuan terakhir di Hanoi, Vietnam, 2019 lalu tidak berlangsung mulus.
Biden tampaknya bakal mengalami rintangan serupa. Mei lalu dia menegaskan masih ingin melakukan denuklirisasi di Korut. Namun pihaknya tidak akan memberikan penawaran besar-besaran. Belum diketahui apa maksud penawaran besar itu. Namun yang jelas, keinginan Korut hanya satu. Semua sanksi ke negaranya dicabut.
Sementara itu situasi di Afghanistan tak kalah pelik. Dua pemimpin senior Taliban tiba-tiba menghilang dari hadapan publik. Yaitu Pemimpin Taliban Mullah Haibatullah Akhundzada dan Mullah Abdul Ghani Baradar yang kini menjabat sebagai wakil perdana menteri Afghanistan. Penduduk bertanya-tanya apakah mereka masih hidup atau telah tewas.
Beredar kabar di Kabul bahwa Baradar telah terbunuh atau terluka parah, gara-gara bertarung dengan tokoh senior Taliban lainnya. Mereka berselisih tentang pembagian kementerian-kementerian di Afghanistan. Jaringan Analis Afghanistan menduga Baradar sudah dianggap kalah dalam perselisihan internal Taliban mengenai pembentukan pemerintahan baru.
The Guardian mengungkapkan, dari tiga orang yang menjadi wakil pemimpin tertinggi kelompok itu, Baradar adalah satu-satunya yang tidak mendapatkan kementerian penting. Pemimpin militer Taliban Yaqub Omar diberikan kementerian pertahanan, sedangkan Sirajuddin Haqqani mengamankan kementerian dalam negeri.
Ketika Taliban mengambil kekuasaan di Afghanistan, kemampuan mereka dalam memimpin negara memang dipertanyakan. Itu karena selama 20 tahun terakhir Taliban lebih banyak dikenal sebagai kelompok bersenjata dan tidak terorganisir layaknya pemerintahan. Banyak pihak menilai mereka bakal kesulitan menjalankan roda pemerintahan tanpa merangkul pejabat-pejabat lama.
Taliban mencoba menangkis isu tidak sedap dengan merilis tulisan tangan dari salah satu wakil Baradar. Dalam tulisan itu disebutkan Baradar berada di Kandahar. Taliban juga menyertakan foto lama Baradar dan pesan audio yang diklaim sebagai suaranya. Baradar adalah tokoh Taliban yang paling dikenal publik internasional. Dulu, dia memimpin delegasi Taliban dalam negosiasi damai dengan pemerintah Afghanistan.
Foto dan pesan audio yang dirilis Taliban itu justru membuat rumor tentang Baradar menguat. Sebab jika dia memang baik-baik saja, seharusnya ada pesan video atau rilis foto terbaru. Sudah bukan rahasia lagi jika Taliban kerap menyembunyikan kematian tokoh seniornya. Contoh, kematian pendiri Taliban Mullah Mohammad Omar disembunyikan selama dua tahun. Selama kurun waktu tersebut, Taliban terus mengeluarkan pernyataan atas namanya. (sha/bay)