Solusi Overload Tak Sekedar Bangun Baru, Benahi UU Lapas Hingga KUHP

- Rabu, 15 September 2021 | 13:53 WIB
Diskusi penyelesaian RUU Lembaga Pemasyarakatan terus didorong DPR.
Diskusi penyelesaian RUU Lembaga Pemasyarakatan terus didorong DPR.

Penyelesaian RUU Lembaga Pemasyarakatan terus didorong DPR. Komisi III tinggal menunggu kemauan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan secara terintegrasi. Jika RUU itu disahkan, DPR mengklaim bahwa permasalahan overload di lapas bisa berkurang antara 30-40 persen.

Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir menjelaskan bahwa overload di lapas terjadi karena pemberlakuan PP 99/2012. Dimana semua jenis tindak pidana perlu dijatuhi sanksi kurungan penjara. Inilah yang menjadi akar terjadinya kelebihan muatan di lapas. "Menurut hitung-hitungan kami, (RUU Pemasyarakatan) paling tidak bisa membantu 30-40 persen overkapasitas (overload, Red)," jelas Adies di gedung parlemen, Jakarta (14/9). 

Adies menilai, masalah overload lapas merupakan implikasi dari sistem hukum yang memerlukan pembenahan secara terintegrasi. Yakni melibatkan Polri dan Kejaksaan. Menurut anggota Fraksi Partai Golkar itu, belum ada kesepahaman antara penanganan hukum sejak tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga eksekusi hukum pidana. 

Penegak hukum di tingkat penuntutan, misalnya, belum mempertimbangkan dampak dari pemberian tuntutan mereka terhadap kelebihan warga binaan lapas. Menambah lapas baru juga tidak bisa dijadikan solusi utama. Sebab, lapas baru pun akan segera penuh jika sistem hukumnya masih sama.  

Hal tersebut diamini oleh anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani. Malah, Arsul menilai tidak cukup merevisi UU Pemasyarakatan saja. Perbaikan sistem hukum bisa dilakukan dengan merevisi aturan lain yang berkaitan seperti KUHP dan KUHAP. Ini karena, budaya hukum yang ada sekarang pun belum konsekuen dengan regulasi hukum. 

Misalnya, hukuman terhadap penyalahguna murni dalam UU Narkotika adalah rehabilitasi, bukan penjara. Namun, penegak hukum terutama di daerah-daerah masih menjatuhkan vonis penjara pada penyalahguna murni. "Kalau penegakan hukum kita sesuai dengan politik hukum, overkapasitas (overload, Red) mungkin akan tetap terjadi tapi bisa sangat banyak dikurangi. Paling hanya 10-15 persen (dari kuota lapas)," terang Arsul. 

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar sepakat bahwa perlu ada pembenahan secara terintegrasi. Sebab, dia menilai masih ada ego sektoral dari masing-masing instansi penegak hukum. Misalnya masalah rehabilitasi pun, belum ketemu kesepakatan apakah menjadi kewenangan Polri, Kejaksaan atau Kemenkum HAM. 

Fickar juga mendorong penguatan peran lapas bukan hanya sebagai tempat eksekusi hukuman pidana. Melainkan juga tempat pembinaan agar terpidana bisa kembali menjadi anggota masyarakat seutuhnya. "Terbakarnya LP (lapas, Red) itu menyadarkan kita bahwa LP punya peran strategis memanusiakan kembali manusia,” katanya. DPR bisa mendorong agar lapas tidak hanya menjadi lembaga penghukuman, tetapi juga lembaga pendidikan. (deb/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB

ORI Soroti Pembatasan Barang

Sabtu, 13 April 2024 | 14:15 WIB

Danramil Gugur Ditembak OPM

Jumat, 12 April 2024 | 09:49 WIB
X