Korut Uji Coba Rudal Jelajah, Disinyalir Mampu Membawa Hulu Ledak Nuklir

- Selasa, 14 September 2021 | 09:42 WIB
Ilustrasi rudal Korea Utara (The New York Times)
Ilustrasi rudal Korea Utara (The New York Times)

PYONGYANG– Korea Utara (Korut) kembali menebar keresahan. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu melakukan uji coba rudal jelajah jarak jauh yang terbaru. Senjata tersebut mampu menjangkau hampir seluruh wilayah Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.

’’Rudal adalah senjata strategis yang sangat penting,’’ bunyi pemberitaan yang dirilis Korean Central News Agency (KCNA) kemarin (13/9). Sanksi PBB melarang Korut untuk menguji coba rudal balistik, tapi rudal jelajah tidak termasuk. Ini adalah uji coba pertama Korut sejak Maret. Mereka juga belum melakukan uji coba nuklir ataupun rudak balistik antar benua (ICBM) sejak 2017.

Uji coba yang dilakukan pada Sabtu (11/9) dan Minggu (12/9) itu diklaim berhasil. Rudal tersebut menempuh jarak 1.500 kilometer sebelum akhirnya menembak targetnya di wilayah perairan Korut. KCNA menulis bahwa kini Korut memiliki senjata stategis lain untuk melawan kekuatan musuh. ’’Ini adalah rudal jelajah jarak jauh pertama Korut yang mungkin bisa membawa hulu ledak nuklir,’’’ ujar Pengamat Korea Utara Ankit Panda seperti dikutip BBC.

Senjata semacam itu menunjukkan kemajuan yang nyata dalam teknologi senjata Korut. Mereka mampu mengembangkan senjata di tengah krisis pangan yang kini melanda negaranya. Rudal jelajah itu disinyalir lebih mampu menghindari sistem pertahanan guna mengirimkan hulu ledak melintasi Korsel atau Jepang.

Dua negara itu merupakan sekutu AS. Begitu mendengar kabar uji coba tersebut, Washington berang. Komando AS Indo-Pasifik menegaskan bahwa tindakan Korut telah mengancam negara-negara tetangganya dan komunitas internasional. Tapi belum ada pernyataan apakah AS akan menambah sanksi ke Korut atau tidak. Yang jelas AS menyatakan tetap berkomitmen melindungi Korsel. Ada sekitar 28.500 tentara AS berada di Korsel.

Profesor pakar Korut di Ewha Womans University, Seoul Park Won-gon juga mengakui bahwa amunisi baru Pyongyang itu menimbulkan ancaman yang cukup besar. Menurutnya jika Korut berhasil mengecilkan hulu ledak nuklirnya, maka itu bisa dimasukkan ke rudal jelajah tersebut. ’’Sangat mungkin akan ada lebih banyak tes untuk pengembangan berbagai sistem senjata,’’ ujar Park seperti dikutip Agence France-Presse.

Park menduga bahwa Korut melakukan uji coba sebagai respon atas latihan gabungan AS-Korsel bulan lalu. Korut sengaja memilih rudal jelajah agar tidak terlalu memprovokasi AS dan Tiongkok. Itu karena Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi berencana berkunjung ke Seoul hari ini (14/9). Beijing merupakan sekutu Pyongyang. Meski begitu Mereka tidak akan senang jika Korut terus berulah.

Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Jeffrey Lewis dari Middlebury Institute for International Studies. Dia menegaskan bahwa rudal Korut yang diuji coba itu mampu meluncurkan hulu ledak nuklir ke target di sepanjang wilayah Korsel dan Jepang. ’’Ini (rudal jelajah, Red) adalah sistem lain yang dirancang untuk terbang di bawah radar pertahanan rudal atau berada di sekitarnya,’’ tegasnya.

Pembicaraan terkait denuklirisasi Korut mandek sejak kegagalan pasca KTT 2019 lalu di Hanoi, Vietnam. Pertemuan Kim Jong-un dan mantan presiden AS Donald Trump itu tidak mencapai sepakat, terkait keinginan Korut agar AS mencabut sanksinya dan sebagai gantinya menghancurkan sebagian fasilitas nuklirnya.

Beberapa analisis menyatakan bahwa kesalahpahaman menjadi biang kegagalan pertemuan tersebut. Bulan lalu Badan Pengawas Atom (IAEA) PBB mengungkapkan bahwa Pyongyang tampaknya telah mengaktifkan lagi reaktor yang memproduksi plutonium di Yongbyon. Hal itu membuat banyak pihak ketir-ketir.

Masalah pengayaan nuklir juga dialami Iran. Saat Trump berkuasa, dia berusaha keras untuk memproses denuklirisasi Korut. Namun di lain pihak, Presiden AS ke-45 itu justru menarik diri dari kesepakatan nulir Iran atau yang biasa disebut The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) tersebut.  Trump tak mau menganulir sanksi ke Iran. Imbasnya kesepakatan yang dibuat di era Barack Obama itu kacau. Iran kembali melakukan pengayaan uranium.

Namun titik terang telah muncul. Iran setuju untuk kembali berdialog dan menemukan jalan keluar. Minggu, Negeri Para Mullah itu mengijinkan pengawas nuklir internasional untuk menginstal kartu memori kamera pengawas, pada lokasi nuklir yang sensitif. Ini adalah kemajuan untuk pembicaraan selanjutnya.

Dialog dilakukan oleh Mohammad Eslami dari Organisasi Energi Atom Iran dan Dirjen IAEA Rafael Grossi. ’’Sangat penting bagi kami untuk memberikan jaminan dan informasi yang diperlukan kepada IAEA dan dunia bahwa semuanya baik-baik saja,’’ tegas Grossi. (sha/bay)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X