NEW YORK – Tidak ada yang pernah memprediksi final Amerika Serikat (AS) Terbuka di sektor tunggal putri tahun ini mempertemukan dua petenis remaja berstatus non unggulan. Benar-benar seperti dongeng yang menjadi kenyataan.
Petenis 19 tahun asal Kanada Leylah Fernandez lebih dulu mengunci satu tiket di babak puncak setelah menundukkan Aryna Sabalenka 7-6 (3), 4-6, 6-4. Disusul petenis Inggris Emma Raducanu yang usianya hanya terpaut dua bulan lebih muda dari Fernandez (18 tahun). Dia menumbangkan Maria Sakkari di semifinal dengan straight set 6-1, 6-4.
Final seperti ini baru terjadi lagi setelah 22 tahun. Final AS Terbuka 1999 saat itu mempertemukan Serena Williams yang masih 18 tahun dengan Martina Hingis, juga 19 tahun. Pada laga tersebut, Serena sukses memenangkan gelar grand slam pertamanya setelah menaklukkan Hingis 6-3, 7-6 (4).
Raducanu dan Fernandez belum pernah bertemu dalam sebuah pertandingan di level senior. Artinya, rekor pertemuan mereka masih bersih 0-0. Dengan catatan itu, lebih sulit memprediksi jalannya pertandingan final nanti.
Satu-satunya referensi pertemuan keduanya adalah ajang Wimbledon junior. Itu pun terjadi pada 2018. Saat itu Raducanu sebagai wakil tuan rumah menang straight set.
Datang ke final AS Terbuka tahun ini, keduanya membawa kelebihan dan kelemahan masing-masing. Misalnya, dari sisi jam bertanding. Fernandez menghabiskan waktu 12 jam 45 menit dari seluruh pertandingan di babak utama (main draw).
Sementara itu, Raducanu hanya butuh waktu 7 jam 42 menit di lapangan untuk sampai ke final. Jika ditambah pertandingannya di babak kualifikasi, angkanya pun masih lebih sedikit, yakni 3 jam 52 menit. Artinya, total waktu yang dilewati Raducanu di lapangan ”hanya” 1 jam 43 menit. Sebab, Raducanu selalu memenangi pertandingan melalui straight set.
Dari segi fisik, bisa jadi Fernandez lebih lelah saat memulai laga final besok. Namun, di sisi lain, itu bisa jadi keuntungan bagi Fernandez. Sebab, Raducanu belum pernah merasakan pertandingan tiga set. Jika laga harus ditentukan melalui set ketiga, besar kemungkinan Fernandez lebih siap secara mental.
Apalagi, lawan-lawan yang dihadapi Fernandez untuk sampai ke final jauh lebih berat ketimbang yang dihadapi Raducanu. Fernandez sudah memulangkan juara bertahan Naomi Osaka di babak ketiga. Setelah itu, mantan ranking pertama dunia Angelique Kerber di babak keempat. Di semifinal, dia menumbangkan unggulan kedua Aryna Sabalenka. ”Aku sendiri menyebut capaianku ini magis (sulap, Red),” ucap Fernandez kepada CNN.
Di sisi lain, lawan terberat Raducanu justru datang saat dia masih berlaga di babak kualifikasi. Yakni, petenis Georgia Mariam Bolkvadze. Meski menang straight set, Raducanu harus melewati set kedua dengan tiebreak 6-3, 7-5. ”Aku selalu bermimpi untuk bisa tampil di final grand slam. Tapi, tidak pernah terbayangkan terwujud secepat ini,” kata Raducanu.
Dari segi gaya bertanding, keduanya juga memiliki karakter berbeda. Raducanu lebih senang bermain di baseline dengan pukulan-pukulan bersih dan ground stroke yang akurat. Dia juga mampu memadukan serangan agresif sekaligus bertahan dengan baik.
Sementara itu, Fernandez dikenal dengan ketelatenannya dalam bertahan. Selain itu, kematangan mental bertandingnya terbilang mumpuni. Dia kondang sebagai petenis putri yang ”fearless” ketika berhadapan dengan nama-nama besar dalam perjalanannya menuju final. ”Aku tak peduli dengan siapa bertanding di final nanti. Aku hanya ingin bertanding di final sekarang,” ujar Fernandez seusai laga semifinal. (irr/c19/cak)
FAKTA MENARIK DARI FINAL TUNGGAL PUTRI AS TERBUKA 2021: