OTT Probolinggo, Hasan Punya Peran ‘Bupati’ Di Atas Bupati

- Kamis, 2 September 2021 | 12:52 WIB
Hasan dan istrinya, Tantri (belakang).
Hasan dan istrinya, Tantri (belakang).

JAKARTA– Sejak tiba di gedung KPK Selasa (30/8) sore, Hasan Aminuddin tak pernah jauh dari istrinya, Puput Tantriana Sari. Mereka berjalan bersama saat pertama kali masuk ke gedung KPK dan ruang pemeriksaan. Dalam kondisi tangan terborgol, keduanya juga berjalan beriringan ketika masuk dan keluar aula serbaguna di Gedung Penunjang dini hari (31/8).

Pantauan Jawa Pos, kebersamaan itu makin nampak saat Hasan-Tantri dan tiga orang tersangka meninggalkan aula Gedung Penunjang yang berada di belakang gedung utama KPK. Pelan-pelan Hasan-Tantri menuruni tangga dari lantai 3 menuju lantai 1. Kebetulan lift gedung tersebut sedang tidak berfungsi. Sehingga mau tidak mau Hasan-Tantri harus turun lewat tangga.

Dini hari kemarin, Jawa Pos berjalan membuntut tepat di belakang Hasan-Tantri. Sayangnya, keduanya enggan berbicara ketika Jawa Pos berkali-kali melontarkan pertanyaan. Mereka terus berjalan selangkah demi selangkah sambil sesekali berpegangan tangan. Mereka tampak santai menuruni anak tangga satu persatu dengan dikawal dua petugas pengamanan KPK.

Menurut sumber Jawa Pos di internal KPK, Hasan cenderung lebih berkuasa di Probolinggo daripada istrinya. Bahkan, pegawai tersebut mengatakan Hasan adalah bupati di atas bupati. Maklum, Hasan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi NasDem itu pernah menjadi ‘raja’ di Probolinggo selama dua periode berturut-turut. Yakni 2003-2008 dan 2008-2013.

”Kurang lebih (Hasan) seperti bupati di atas bupati,” kata sumber tersebut. Maka tak heran, jika sejauh ini terungkap bahwa Hasan cenderung aktif dalam pengaturan jabatan Pj Kades di Probolinggo. Bahkan Hasan sampai menyaratkan parafnya sebagai tanda persetujuan proposal usulan nama Pj Kades sebelum diajukan kepada Tantri.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menjelaskan pendalaman tentang peran Hasan dalam kasus tersebut menjadi salah poin. Pihaknya juga berjanji akan mendalami sejauh mana peran Hasan dalam tata kelola pemerintahan di Probolinggo. ”Nanti akan kami tanyakan melalui pemeriksaan (tersangka, Red),” ujarnya saat dikonfirmasi.

Bukan hanya soal peran, Karyoto menyebut pihaknya akan menelusuri lebih dalam terkait dugaan tindak pidana lain di luar tindak pidana yang sedang ditangani KPK saat ini. Karena tidak tertutup kemungkinan, praktik pemungutan yang dilakukan Hasan bersama istrinya sudah pernah terjadi sebelumnya. ”Kami berkewajiban men-trace hasil-hasil (uang korupsi) lain,” imbuhnya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menambahkan uang hasil korupsi Hasan-Tantri tentu bisa digunakan untuk macam-macam hal. Termasuk untuk kepentingan pribadi mereka. Namun, hal tersebut akan terus didalami untuk mengungkap motif dibalik praktik culas pasutri tersebut. ”Kalau korupsi itu motifnya tentu saja untuk mendapatkan sesuatu, dalam hal ini uang,” paparnya.

Pengamat Politik Ujang Komarudin mengatakan, kasus yg menjerat Hasan Aminudin dan istrinya tidak menutup kemungkinan akan berdampak terhadap Partai Nasdem. Sebab, Hasan adalah orang penting di partai yang mengusung jargon restorasi itu.

Hasan menjabat sebagai Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat DPP Partai Nasdem, sekaligus menjadi Ketua DPW Partai Nasdem DKI Jakarat. Di DPR RI, Hasan menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR. "Jabatannnya sangat strategis," terang Ujang kepada Jawa Pos kemarin.

Dengan jabatanya yang mentereng, maka kasus Hasan sedikit banyak akan berdampak buruk bagi citra Partai Nasdem. Tentu, kata dia, Partai Nasdem akan berusaha untuk menangkal dampak buruk dari pemberitaan kasus Hasan.

Misalnya, kata dia, dengan menyatakan bahwa Partai Nasdem prihatin, menyerahkan kasus tersebut kepada KPK, dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. "Tentu Partai Nasdem harus pintar merespon kasus itu, karena Hasan bukan sembarang orang," terangnya.

Ujang mengatakan, setelah OTT tersebut, muncul berbagai spekulasi, misalnya ada anggapan bahwa operasi penangkapan itu sengaja menyasar kader Partai Nasdem. Hal itu dilakukan untuk memberi tekanan kepada partai tersebut yang dinilai tidak terlalu loyal kepada presiden.

Menurutnya, penilaian itu wajar saja muncul, karena banyak kasus hukum yang bermuatan politik. Bahkan, kasus hukum dijadikan alat politik. "Masyarakat sah-sah saja beranggapan seperti itu," ungkap pengajar di Universitas Al-Azhar Indonesia itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X