Kelas Penuh Nyamuk hingga Mengajar Satu Murid

- Selasa, 24 Agustus 2021 | 14:00 WIB
Mirsda Tri Ananda
Mirsda Tri Ananda

MENJADI salah satu kampus yang mendukung penuh program Kampus Mengajar, membuat Mirsda Tri Ananda yang awalnya tak tahu-menahu menjadi tertarik mengikuti seleksi. Hingga pihak program studi (prodi) yang gencar sosialisasi, mengumpulkan mahasiswa dalam Zoom Meeting.

“Jadi, waktu itu saya masih semester 4. Alhamdulillah dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dan prodi saya itu dukung banget. Karena kan ada konversi SKS, jadi kami enggak perlu lagi KKN dan KKL (kuliah kerja lapangan) ke sekolah,” beber mahasiswi Prodi Pendidikan Biologi itu.

-

BERKESAN: Mirsda Tri Ananda bersama muridnya di SD Islam DDI Sangatta Utara.

Mirsda memilih SD di daerah Sangatta untuk penempatan. Lebih lanjut, ucap dia, alamat yang mesti diinput dalam biodata adalah domisili sesuai KTP. Sebab, beberapa temannya tidak dinyatakan lulus karena memasukkan alamat indekos.

“Jadi, teman itu bukan orang Jogjakarta KTP-nya, tapi masukkan alamat kos di sana. Ternyata enggak lolos. Itu juga yang dijelaskan dari pihak prodi. Soalnya kan tujuan program ini juga termasuk mengembangkan daerah asal,” ungkap bungsu dari tiga bersaudara itu.

Mulanya dia sempat takut bila penempatan SD jauh dari rumahnya di Sangatta Utara. Setelah hasil keluar, ia ditempatkan di SD Islam DDI Sangatta Utara. Hanya ada dua mahasiswa Kampus Mengajar di sana. Dia dan satu lagi dari Pendidikan Fisika, Universitas Mulawarman.

“Nah yang makin jadi tantangan dan lucu, saya kan Biologi dan teman saya itu fisika. Pelajaran itu belum ada di SD. Apalagi kan SD sekarang pelajarannya tematik. Jadi kami ya belajar dulu mengenai tematik itu,” bebernya.

Beruntung, kampus tempatnya menimba ilmu sudah menerapkan sistem mengajar ke sekolah sejak semester dua, sehingga Mirsda sudah terbiasa. Namun, perlu pembiasaan lebih untuk menangani siswa usia SD.

Pengalaman berkesan dia rasakan. Merupakan sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar dan terpencil). Ruangan kelas disebutkan Mirsda masih kurang layak. Kondisi meja kursi memprihatinkan hingga ruangan kelas yang dipenuhi nyamuk.

“Jadi kami sebelum mengajar itu bawa lotion antinyamuk dulu untuk dibagi ke siswanya. Terus juga awalnya sekolah itu sistemnya daring, tapi setelah kami pelajari sangat kurang efektif. Jadi, kami beri masukan untuk minimal dua kali dalam seminggu ada belajar tatap muka. Alhamdulillah diterima masukan kami. Tapi tentu kami tetap patuhi protokol kesehatannya,” jelas perempuan kelahiran 2000 itu.

Dia merasakan benar perbedaan pemahaman siswa di tempatnya bertugas dibanding sekolah sewaktu dia mengajar di Jogjakarta. “Bisa dibilang fasilitas di Jogjakarta sudah lumayan. Di sini belum. Jadi imbasnya ke tingkat pemahaman. Ada tuh, saya lagi di depan menjelaskan, tiba-tiba ada yang lempar galon ke depan kelas. Adaptasi di awal lumayan juga,” lanjutnya lalu terkekeh.

Keseriusan Mirsda terbukti dari berbagai alat bantu ajar yang dia buat dan bawa ke kelas. Anak-anak mulai menaruh perhatian lebih. Tidak sekadar teori, anak juga praktik.

“Jadi ya saya penginnya mereka merasakan juga, apa yang bisa dibilang anak-anak SD lainnya rasakan. Minimal dari segi bahan ajar yang saya bawa,” katanya. Berhasil mengambil hati, Mirsda mengatakan, jika akhir masa tugas, tampak beberapa siswa sangat sedih kala perpisahan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X