Hoaks bahwa vaksin berbahaya menjadi salah satu penyebab banyaknya warga Baduy yang menolak divaksin. Padahal, untuk imunisasi anak-anak, tak pernah ada kendala.
FERLYNDA PUTRI, Lebak, Jawa Pos
VAKSIN Sinovac di tempat pendingin yang mirip stoples itu tak kunjung dikeluarkan. Sampai siang itu, hanya lima orang yang dapat divaksin.
Itu pun semuanya masyarakat non-Urang Kanekes atau yang selama ini dikenal sebagai suku Baduy. Tapi, tim vaksinator dari Puskesmas Cisimeut, Kabupaten Lebak, Banten, tak putus asa.
Jumat keesokan harinya (20/8) mereka balik ke Desa Kanekes yang wilayahnya terdiri atas Baduy Luar dan Baduy Dalam. Selama pandemi Covid-19, Baduy Dalam benar-benar tertutup bagi warga non-Kanekes.
Kali ini tim tak hanya duduk di rumah Kepala Desa Jaro Saija. Mereka juga masuk ke perkampungan. Jaraknya sekitar 2 km dari rumah Jaro.
Jalan yang dilalui tidak mulus. Jalan setapak yang masih tanah mereka susuri. Puluhan anak tangga membantu mereka ketika melewati jalan tanah yang menanjak.
Vaksinator laki-laki bertugas membawa cooler, sedangkan yang perempuan menenteng dokumen. Mereka masih berseragam kuning.
Tidak jauh beda dengan sebelumnya, cooler hanya dibuka sekali. Sebab, ada dua orang yang mendatangi untuk minta vaksin Covid-19. Sementara warga yang didatangi memilih menutup pintu rumah.
Jika ada yang tak bisa menghindar atau tertangkap basah mengintip tenaga kesehatan Puskesmas Cisimeut, mereka memilih untuk mendengarkan sebentar. Tapi, kemudian tetap menolak vaksin.
Sampai Jumat lalu itu, hanya belasan warga Kanekes yang sudah divaksin. Ketua Tim Vaksinator Puskesmas Cisimeut Bidan Siti Solohat hanya tersenyum getir saat ditanya soal penolakan tersebut. Menurut dia, risiko itu sudah diperhitungkan sebelum tim mengunjungi Kanekes.
Sejak awal vaksinasi ada di puskesmas tersebut, tidak ada masyarakat Baduy yang datang. ”Juli lalu mau ada vaksinasi, tapi batal juga,” katanya kepada Jawa Pos.