Imran Duse*
(Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Timur)
DISKURSUS publik seputar cara penanganan pandemi Covid-19 di tanah air kembali mengemuka. Terutama setelah epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengungkapkan situasi Indonesia yang sedang menuju jalur jebakan pandemi (pandemic trap).
Sebagaimana diketahui, Pandu mengungkapkan belum melihat adanya tanda-tanda Indonesia akan keluar dari pandemi. Menurutnya, hal tersebut disebabkan cara mengatasi pandemi yang tidak terencana dan terstruktur.
Seperti biasa, pro-kontra pun terbit. Banyak yang mengamini dan mengharapkan pemerintah memperbaiki metode yang selama ini terkesan tambal sulam. Namun, ada juga yang tidak setuju, dengan dalih pemerintah mempertimbangkan banyak aspek dalam urusan ini.
Tulisan singkat berikut bermaksud urun rembuk, dengan melihat pola penanganan pandemi dari perspektif keterbukaan informasi publik. Dimensi yang sejauh ini, dalam hemat kita, kurang mendapat perhatian.
*Paradigma Baru*
Pascareformasi, terjadi perubahan mendasar dalam pengaturan informasi publik di tanah air. Dimulai saat amandemen kedua (tahun 2000) mengadopsi hak atas informasi sebagai hak yang melekat, baik sebagai pribadi maupun warga negara (Pasal 28F UUD 1945). Ini berarti negara mengakui hak atas informasi sebagai Hak Asasi Manusia, selain sebagai hak konstitusional warga negara.
Delapan tahun kemudian, terbit UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang secara eksesif membalikkan paradigma pengaturan informasi di Indonesia.