JAKARTA–Rencana pemerintah mencoret angka kematian karena Covid-19 dalam evaluasi penanganan pandemi menuai sorotan. Sebab, langkah pemerintah ini dinilai diambil tanpa dasar kajian ilmiah. Sorotan terhadap rencana pemerintah itu disampaikan anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, Netty Prasetiyani Aher. Menurut dia, angka kematian adalah indikator penting dan harus dihitung dalam penanganan pandemi Covid-19.
’’Pastikan setiap kebijakan harus ada landasan ilmiahnya. Jangan asal gampangnya saja,’’ katanya, (11/8). Netty mempertanyakan standar yang digunakan pemerintah ketika mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19. Jika alasannya karena data kematian menyebabkan distorsi, maka proses input dan sistemnya harus dibenahi. Jika ada masalah data, dia yakin bukan hanya pada angka kematian, tapi statistik data juga perlu dipertanyakan.
Angka kematian, kata Netty, dapat memberi gambaran tingkat keparahan pandemi di suatu daerah dan bagaimana sistem kesehatan merespons kondisi tersebut. Justru berbahaya, jika data kematian dikeluarkan dari indikator, karena dapat melenakan para pengambil kebijakan. "Seolah kondisi aman dan terkendali, padahal mengandung bom yang siap meledak," ungkapnya.
Menurut Netty, kebijakan dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 harus menjadi kode keras bagi pemerintah agar mengembalikan penanganan pandemi kepada pihak atau lembaga kredibel.
Politikus PKS itu menegaskan bahwa leading sector penanganan pandemi adalah Kemenkes dan Satgas Covid-19. Jangan serahkan urusan bencana kesehatan kepada pihak atau lembaga yang bukan bidangnya.
Netty meminta agar pemerintah tidak membuat kebijakan pandemi yang tidak berdasar. Penanganan pandemi menyangkut keselamatan ratusan juta rakyat. Jika salah membuat kebijakan, taruhannya adalah nyawa rakyat. "Tolong selipkan jiwa welas asih, empati, dan kasih sayang dalam memutuskan setiap kebijakan," tegasnya.
Rencana pemerintah menghapus angka kematian dalam evaluasi penanganan pandemi Covid-19 disampaikan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pertimbangan pemerintah karena adanya kesalahan dalam memasukkan data kematian di sejumlah kabupaten atau kota. Adanya kesalahan memasukkan data kematian itu, mengganggu penilaian evaluasi PPKM.
Idealnya ketika ada kesalahan dalam memasukkan data kematian, sistem memasukkan data kematian tersebut diperbaiki. Sehingga tidak terjadi kesalahan input data lagi. Tetapi ini pemerintah justru menghapus data kematian dalam evaluasi penanganan Covid-19.
LaporCovid-19 mendesak pemerintah tidak mengabaikan data kematian sebagai indikator evaluasi pemberlakukan PPKM. Analis Data LaporCovid-19 Said Fariz Hibban menyatakan data perlu diketahui warga agar tidak abai risiko.
"Pemerintah wajib membenahi teknis pendataan, serta memasukan data kematian probable, bukan menghilangkannya," ungkap dia.
Dia menegaskan data kematian tidak patut dihilangkan. Sikap pemerintah ini patut dipertanyakan. "Sebab, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah," beber Said.
Data kematian yang tidak akurat, menurut dia, seharusnya tidak menjadi alasan bagi pemerintah mengabaikannya. Said menekankan, pemerintah seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat.
"Apalagi data kematian yang selama ini diumumkan oleh pemerintah pun sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19," ujarnya.
Menurut pantauan LaporCovid19, jumlah kematian yang diumumkan pemerintah pusat ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah. Ada lebih dari 19.000 kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan pemda namun tidak dicatat pemerintah pusat.