Kata Pemerintah Bukan Dihapus, Pemerintah Klaim Rapikan Data Angka Kematian Covid-19

- Kamis, 12 Agustus 2021 | 10:55 WIB
ILUSTRASI: Warga saat berziarah ke lokasi pemakaman khusus Covid-19 di TPU Jombang, Tangerang Selatan, Sabtu (31/7/2021). Pemakaman jenazah COVID-19 di TPU Jombang, Kota Tangerang Selatan dipungut restribusi Rp 1 juta untuk setiap jenazah. Retribusi tersebut berlaku untuk warga luar Tangsel dan untuk warga Tangsel Rp 250 ribu. Pungutan tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Restribusi. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)
ILUSTRASI: Warga saat berziarah ke lokasi pemakaman khusus Covid-19 di TPU Jombang, Tangerang Selatan, Sabtu (31/7/2021). Pemakaman jenazah COVID-19 di TPU Jombang, Kota Tangerang Selatan dipungut restribusi Rp 1 juta untuk setiap jenazah. Retribusi tersebut berlaku untuk warga luar Tangsel dan untuk warga Tangsel Rp 250 ribu. Pungutan tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Restribusi. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menjelaskan perihal tak dimasukkannya angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (11/8).

Pemerintah, lanjut Jodi, menemukan bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. “Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” imbuhnya.

Data yang bias ini, menurutnya, menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah. Namun demikian, Jodi menambahkan bahwa data yang kurang update tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak terupdate lebih dari 21 hari. “Banyak kasus sembuh dan anga kematian akhirnya yg belum terupdate,” ucapnya.

Untuk mengatasi hal ini, Jodi menegaskan bahwa pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat. “Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan diinclude (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi,” ungkapnya. 

Sembari menunggu proses tersebut, Jodi menambahkan, untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat. (jpc)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Desak MK Tak Hanya Fokus pada Hasil Pemilu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:36 WIB

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB
X