Publik Berharap Pilpres Lebih dari Dua Calon

- Kamis, 5 Agustus 2021 | 10:27 WIB

Kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 diharapkan jauh lebih semarak dengan diikuti calon yang lebih dari dua pasang calon. Hal itu menjadi keinginan mayoritas publik di Indonesia yang terpotret dalam survei Indostrategic.

Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam mengatakan, suara publik terkait jumlah capres relatif terbelah. Namun, tetap saja, mayoritas masih menginginkan agar kontestasi bisa diwarnai lebih banyak calon.

"Posisi tertinggi survei ditempati oleh mereka yang mengharapkan agar jumlah pasangan capres-cawapres 2024 lebih dari 2 pasangan," ujarnya (3/8). Yakni sebesar 43,6 persen dari total 2400 responden. Jumlah itu, sedikit lebih unggul dari pada responden yang tidak mempersoalkan paslon 2 pasang. Jumlahnya sebanyak 42,8 persen. Sementara sisanya memilih tidak menjawab.

Umam menjelaskan, keinginan agar capres yang diusung lebih dari dua pasang disebabkan oleh sejumlah alasan. Umumnya, publik menilai jumlah calon lebih dari dua bisa mencegah konflik dan polarisasi yang belakangan memanas. Kemudian, ada banyak alternatif pemimpin. Selain itu, dapat membuka kesempatan bagi pemimpin muda maju dalam kontestasi, serta menghindari eksploitasi isu SARA.

Umam sendiri menilai kans itu perlu didorong dengan perubahan regulasi. Yakni dengan menurunkan angka presidential threshold di UU Pemilu. "Dengan menurunkan ambang batas pemilihan presiden 20 persen, maka potensi terbentuknya koalisi alternatif bisa lebih memungkinkan," imbuhnya.

Selain itu, survei Indostrategic juga memotret keinginan publik untuk memisahkan pileg dan pilpres dengan angka 53,9 persen. Sedangkan yang menilai tetap digelar secara serentak hanya 31,3 persen. Aspirasi pemisahan pelaksanan pileg dan pilpres pada 2024, kata Umam, dapat memberikan kesempatan bagi partai-partai politik yang tidak mengirimkan kadernya di bursa capres untuk tetap berlaga secara adil.

"Partai-partai yang tidak memiliki wakil dalam bursa capres-cawapres seringkali dirugikan karena tidak mendapatkan coat-tail effects dari pelaksanaan pilpres," ungkap Doktor Ilmu Politik, Universitas Queensland itu. Apalagi, sosialiasi visi-misi kepartaian juga seringkali tenggelam oleh ingar bingar pilpres.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan, sikap partainya terhadap waktu dan sistem pemilu tunduk pada aturan yang berlaku. "Selama belum ada perubahan dan mengajukan perubahan itu kita tidak bisa melenceng dari situ," ujarnya.

Terkait berbagai aspirasi perubahan, Saran menyebut tidak bisa dilakukan serta merta. Sebab, perubahan mensyaratkan kesepakatan bersama di DPR maupun pemerintah. "Akan banyak komunikasi, negosiasi, dialog kalau ada yang secara nyata mengajukan itu, " imbuhnya. Namun dia menyebut hasil survei sebagai masukan bagi partai politik. (far/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB

Polri Upaya Pulangkan Dua Pelaku TPPO di Jerman

Sabtu, 23 Maret 2024 | 12:30 WIB

Operasi Ketupat Mudik Dimulai 4 April

Sabtu, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB

Kaji Umrah Backpacker, Menag Terbang ke Saudi

Jumat, 22 Maret 2024 | 20:22 WIB
X