Tiba-Tiba Dibayar Tanpa Melibatkan PPTK

- Kamis, 5 Agustus 2021 | 09:38 WIB

SAMARINDA-Salehuddin Malik memilih menemui kuasa pengguna anggaran (KPA) pengadaan lahan TPA Manggar, Astani. Alasannya, bertemu sekretaris Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Balikpapan itu, lantaran tugasnya selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek itu, tak berjalan semestinya.

Dari peninjauan lokasi lahan yang bakal dibebaskan, survei para pemilik tanah, hingga rapat pembahasan harga ganti rugi lahan, dirinya sama sekali tak pernah dilibatkan. Ujug-ujug, kala itu, medio 2014, dia tahu harga ganti rugi lahan sekitar 15 hektare di Jalan Proklamasi, Manggar, Balikpapan Timur disepakati sebesar Rp 145 ribu per meter perseginya.

Hal itu pun diketahuinya dari notula rapat musyawarah panitia pengadaan lahan dengan pemilik tanah.

Namun atasan Salehuddin Malik hanya berujar, itu urusan tim sembilan (panitia pengadaan lahan). Peristiwa itu diterangkan Salehuddin dalam persidangan dugaan korupsi pengadaan lahan TPA Manggar yang bergulir via daring di Pengadilan Tipikor Samarinda, Selasa (3/8). “Saya tanyakan itu karena pengadaan itu sudah memasuki tahap pembayaran. Hanya terlibat sekali, waktu sosialisasi. Hanya itu saja,” ungkapnya di persidangan.

Salehuddin diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Astani. Selain sekretaris DKPP itu, perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp 10,4 miliar ini juga menyeret Kepala DKPP Balikpapan Roby Ruswanto. Roby dan Astani, semula dijadwalkan menjalani sidang bersama-sama. Namun majelis hakim yang dipimpin Lucius Sunarto, menunda persidangan untuk terdakwa Roby lantaran tengah menjalani perawatan kesehatan karena terpapar Covid-19.

Tak pernah terlibat dalam tahapan, membuat pria yang kala proyek ini berjalan menjabat kepala Sub Bagian (Subbag) Umum DKPP Balikpapan, bingung membuat laporan untuk tugasnya selaku PPTK. Padahal, semua kegiatan di Bagian Umum DKPP Balikpapan saat itu, dialah PPTK-nya. “Jabatan melekat, pak. Tapi di kegiatan lain saya ikuti semua tahapannya,” sambungnya bersaksi. Dari keluhannya itu, dia disarankan bosnya, yaitu terdakwa Astani, untuk berkoordinasi dengan Kepala Bagian Kerja Sama, Administrasi Daerah, dan Pertanahan Sekretariat Kota Balikpapan Elvin Junaidi.

Hasil koordinasi itu, dia sempat dilibatkan dalam sosialisasi. Selepas itu, tak ada lagi kabar seputar pengadaan tersebut hingga uang senilai Rp 21,5 miliar ditransfer ke rekening pemilik lahan sebagai ganti rugi lahan.

“Tak ingat pasti, ada 14-15 pemilik lahan dan ada yang memiliki lahan lebih dari satu surat,” tuturnya. Selain Salehuddin, JPU Tajerimin dari Kejari Balikpapan juga menghadirkan Kepala Bagian Kerja Sama, Administrasi Daerah, dan Pertanahan Sekretariat Kota Balikpapan Elvin Junaidi.

Pria yang kini menjabat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Balikpapan menerangkan, musyawarah harga ganti rugi lahan berjalan sesuai mekanisme.

Dasar panitia pengadaan lahan, yang diketuai sekretaris Kota Balikpapan kala itu, adalah menawar harga hasil taksiran tim independen. Harga wajar pembelian lahan itu senilai Rp 175 ribu per meter perseginya. “Di rapat itu kami menawar per meter perseginya sekitar Rp 140 ribu. Tapi, warga minta Rp 200 ribu per meter perseginya,” jelasnya.

Panitia tetap berpatokan dengan harga yang ditawarkan dan memberi waktu ke para pemilik lahan untuk bermusyawarah. “Sampai akhirnya, pemilik lahan menawar lahan dihargai Rp 145 ribu per meter perseginya. Karena masih di bawah harga wajar, panitia setuju,” lanjutnya.

Selepas kata sepakat berhasil dicapai, tugas panitia pun selesai. Disinggung majelis bagaimana mekanisme penunjukan tim independen untuk menaksir harga lahan hingga penunjukan lokasi yang bakal dibebaskan, Elvin mengaku. “Setahu saya, itu langsung dihandel dinas terkait, DKPP,” jawabnya.

Dia sama sekali tak mengetahui bagaimana mekanisme lokasi lahan di Jalan Proklamasi, Manggar, Balikpapan Timur dipilih untuk perluasan TPA Manggar. Begitu pun soal proposal pengajuan lahan tersebut untuk dibebaskan. “Mungkin berbarengan dengan pengajuan anggaran. Pada 2013,” katanya Soal peran Rosdiana selaku makelar dalam kasus ini, Elvin mengaku tak tahu. Dia mengetahui Rosdiana merupakan kuasa pemilik lahan untuk pengadaan lahan permakaman umum. Perempuan yang jadi pesakitan dari kasus rumah potong unggas itu sempat menemuinya dan memberikan keresek hitam.

“Tapi saya tolak, Pak. Saya tak tahu dia siapa, daripada nanti bermasalah,” ungkapnya mengakhiri keterangan. Ketika kesempatannya, Astani menanggapi keterangan kedua saksi. “Untuk keterangan saksi Elvin saya menanggapi jika proposal pengajuan lahan dan pengajuan anggaran berbeda. Untuk keterangan saksi Salehuddin tak ada yang saya tanggapi. Selebihnya, akan saya jelaskan ketika saya diperiksa nanti, majelis,” singkatnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X