Harga Jahe Anjlok, Terendah dalam Tiga Tahun Terakhir

- Rabu, 4 Agustus 2021 | 10:06 WIB
LANGIT DAN BUMI: Sukamto memanen jahe tahun lalu saat harga jual masih menyentuh angka Rp 38 ribu.
LANGIT DAN BUMI: Sukamto memanen jahe tahun lalu saat harga jual masih menyentuh angka Rp 38 ribu.

TENGGARONG–Ujian berat sedang dihadapi petani jahe di Desa Jonggon Jaya, Kukar. Di saat ekonomi sedang sulit karena pandemi Covid-19, mereka harus dihadapkan dengan anjloknya harga jahe. Jahe yang biasanya dijual dengan harga Rp 15–25 ribu, kini turun hingga menyentuh harga Rp 5 ribu per kilogram.

Harga tersebut menjadi yang terendah sejak beberapa tahun terakhir. Dalam kurun tiga tahun terakhir, harga terendah jahe biasanya hanya menyentuh angka Rp 15 ribu. Walhasil, banyak petani yang menderita kerugian karena harga yang terjun bebas tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa harga jahe jatuh. Di antaranya, pasokan jahe dari luar Kaltim sedang tinggi. Hal itu diutarakan Soman, pengepul jahe yang kerap membeli jahe para petani Jonggon. Dia mengatakan, saat ini jahe dari Kalimantan Selatan banyak masuk ke Kaltim. Sehingga harga jahe lokal merosot.

“Karena pasokannya banyak sehingga membuat harga jahe turun,” terang Soman.

Soman menuturkan, selain karena pasokan jahe dari luar Kaltim yang sedang membeludak, harga rendah dipengaruhi serangan virus pada tanaman jahe. Jika tanaman jahe terserang virus, kebanyakan petani menjual jahe mereka meski usianya masih muda. Imbasnya, harga jahe muda sangat murah.

“Banyak yang jual jahe muda karena kena virus. Jadi harganya murah sekali,” imbuh Soman.

Sukamto, petani jahe dari Jonggon Jaya, menjadi satu dari sekian banyak petani yang harus legawa menerima kenyataan harga jahe merosot jauh. Sukamto yang biasanya selalu memetik untung besar dari jahe, kini harus berjuang keras hanya untuk mengembalikan modal bibit dan pupuk.

“Tahun lalu saya tanam 5 kuintal, setelah panen saya mendapat keuntungan hingga ratusan juta. Tapi sekarang boro-boro untung, bisa balik modal saja sudah syukur,” kata ayah tiga anak itu.

Sukamto menuturkan, kerugian terbesar diakibatkan serangan virus. Dari tujuh kuintal bibit jahe yang dia tanam, hampir seluruhnya terkena virus. Walhasil, dia harus menjual jahenya pada usianya yang masih sangat muda dengan harga murah.

“Mau tidak mau harus dijual dengan harga murah. Karena kalau tidak dijual, virusnya akan menyebar dan membuat jahenya busuk semua,” imbuh dia.

Meski tahun ini gagal total, Sukamto mengaku tidak jera. Dia bahkan sudah menyiapkan lahan untuk kembali ditanami jahe ketika cuaca sudah bersahabat. “Kalau musim hujan terus jahe bisa busuk, kalau musim panas terus jahe kerdil. Jadi memang susah-susah gampang nanam jahe ini. Harus ekstra perawatannya,” papar dia. (don/kri/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X