Cinta Dua Puluh Karat

- Senin, 2 Agustus 2021 | 10:39 WIB
ilustrasi amroe
ilustrasi amroe

Oleh : Rauhiyatul Jannah

Berkali-kali Joko menghela napas. Sudah waktunya dia mengakhiri masa indah di ranjang pengantin. Habis sudah cuti menikahnya. Dirinya harus turun “narik”. Membawa tunggangan raksasa membelah jalur menuju Kutai Timur.

“Huh...Mas, kok males ya, Dik. Pengin ngeloni kamu aja. Mas wedi, orang ganggu kamu,” bisik Joko ke telinga Rusmini.

“Hah?” Rusmini bereaksi dengan wajah bingung karena tak paham.

“Aku pengen berduaan terus. Takut kamu diambil orang,” tegas Joko.

“Ooo... ah, piyan ini. Rayu barait. Supan ulun nah. Cinta banar kah wan ulun?” Rusmini sang istri memeluk pinggang Joko dengan mesra.

“Cinta Mas gueede tenan. Dua puluh karat, dik.” Dikecupnya bibir Rusmini, manis. Kulit wajah Rusmini yang putih bersemu merah.

Meski mereka kadang tidak satu frekuensi berbahasa, tak menyurutkan gelombang cinta di antaranya. Joko hanya manggut-manggut jika tak paham bahasa Rusmini, begitu pun sebaliknya.

Diremasnya jemari sang istri, yang baru seminggu lalu dinikahinya. Berat rasanya meninggalkan wanita mungil berparas ayu itu. Aroma lavender yang menguar dari rambut sang istri membuatnya malas beranjak dari peraduan asmara mereka. Berkali-kali dihelanya napas panjang. Masa iya, lagi-lagi tidur malam di jok truk, berdempetan dengan Hamka yang berbau terasi.

“Aa Joko, ulun cinta mati wan piyan. Hati lun gasan piyan ja, Aa ai. Cinta lalu wan piyan. Munnya makanan tu kadada duanya piyan ni, kaya tarung babanam basambal acan.” Rusmini membelai rambut sang suami yang bersender duduk di sampingnya.

Hanya separuh sebenarnya bahasa Rusmini yang dimengerti Joko. Hanya di bagian cinta mati. Itu sudah cukup bagi Joko, untuk tak berkutik bertekuk lutut memuja Rusmini. Dipandanginya lenggang pinggang Rusmini yang beranjak membuatkan kopi, dan menyajikan semangkuk sup hangat.

 “Tapi Aa, kita jua perlu duit Aa. Yu ha, Aa tulak begawi. Lakasi dihabisi kupi piyan nah. Supaya kuat bagawi. Kaina datang kernet nah.” Rayu sang istri lagi. Joko mengiyakan, menuruti menyeruput sajian olahan Rusmini.

Benar saja, tak lama si Hamka, tetangga sekaligus kernet Joko yang menemaninya bertugas, datang menyambangi. “Narek kita Mas Jok...” teriak Hamka dari pagar, sambil berdiri tak jauh dari truk yang terparkir di sana.

“Ya...” balas Joko tak kalah kencang, agar terdengar di luar. Gegas diseruput Joko sisa kopinya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X