Perhotelan Atur Siasat Tetap Bertahan

- Sabtu, 31 Juli 2021 | 12:35 WIB
ilustrasi
ilustrasi

SAMARINDA-Pusat perbelanjaan memang terpukul setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dijalankan. Bahkan secara nasional, pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor itu mencapai 44 ribu orang. Kini bisnis perhotelan se-Indonesia turut terancam melakukan hal serupa.

Humas Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Kaltim Armunanto Somalinggi mengatakan, kalau pandemi masih terus berlanjut, disertai aturan seperti PPKM tentunya akan ada badai PHK besar-besaran di sektor perhotelan. Tentunya pelaku usaha harus melakukan efisiensi. Salah satunya mengurangi biaya produksi lewat PHK.

“Kami akan lakukan PHK, atau karyawan dirumahkan, penyesuaian jam kerja dan sebagainya pasti dilakukan jika keadaannya terus seperti ini,” jelasnya.

Menurutnya, penyesuaian pasti ada, di tengah omzet yang terus menurun. PHK menjadi salah satu cara efisiensi agar bisa bertahan. Itu kembali lagi seperti awal pandemi, semua bisnis terancam melakukan PHK besar-besaran, karena tidak sanggup membayar gaji karyawan.

Sebab, aturan PPKM ini, selain menggerus okupansi, kebijakan itu juga membuat pelaku usaha hotel kehilangan penghasilan lain. Seperti penyewaan ballroom, ruang rapat, dan sebagainya. Bahkan termasuk menggerus bisnis food and beverage di perhotelan. Aturan tidak boleh makan di tempat, membuat bisnis itu juga tidak bisa banyak menjual produk.

Sehingga, PPKM bakal berdampak pada PHK massal dan dirumahkannya ribuan hingga ratusan ribu karyawan di sektor perhotelan secara nasional.

Pasalnya, pengetatan kegiatan masyarakat tersebut akan membuat occupancy rate yang hanya tersisa 30 persen makin turun dan pengusaha makin kesulitan menutup biaya operasional, termasuk menggaji karyawan.

Dikatakan, sektor perhotelan itu yang kerja sekitar 1,4 juta sekitar 50 persennya sudah dirumahkan dan di-PHK karena pandemi tahun lalu. Jadi, sekitar 700 ribuan sisanya berpotensi akan di-PHK atau dirumahkan lagi.

“Keadaannya memang menderita dan cukup berdarah-darah. Sebab, okupansi kita rata-rata di Kaltim hanya 30 persen. Kemungkinan PHK bisa saja dilakukan, atau penyesuaian lain,” jelasnya.

Okupansi mencapai 30 persen itu, menurun dibandingkan sebelum PPKM okupansi sudah mulai membaik di angka 60-70 persen. Saat ini drastis menurun akibat kebijakan PPKM. Meski, okupansi saat ini tidak seburuk awal pandemi pada 2020 yang di bawah 10 persen. Satu hotel hanya terisi satu atau dua kamar.

Namun, PPKM saat ini betul-betul menguras tenaga. Sebab, lamanya pandemi benar-benar menyulitkan berbagai lini bisnis. Saat ini, berbagai kebijakan pemerintah tetap harus ditaati. Jika ada kelonggaran, mungkin pelaku usaha bisa agak bernapas.

“Tapi untuk bertahan, sejumlah penyesuaian harus dilakukan. Kami akan semaksimal mungkin melakukan efisiensi, untuk awal mungkin akan dilakukan penyesuaian kerja seperti awal pandemi,” pungkasnya. (ctr/rom/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X