JAKARTA- Pemenuhan ketersediaan obat untuk penanganan Covid-19 menjadi perhatian pemerintah. Selain mengimpor, perusahaan farmasi tanah air juga memproduksi obat agar tak ada lagi kelangkaan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (26/7) menjelaskan bahwa sejak 1 Juni sudah ada lonjakan permintaan obat untuk pasien Covid-19. Pemerintah bersama Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi membuka keran untuk penyediaan obat Covid-19. Caranya dengan mengimpor obat, bahan baku, maupun memperbesar kapasitas produksi. “Namun tetap dibutuhkan waktu empat sampai enam minggu agar dapat memenuhi kebutuhan obat yang meningkat,” katanya (26/7).
Menurut data Kemenkes, stok nasional antibiotik Azithromycin ada 11,4 juta. Dengan 20 pabrik obat lokal yang memproduksi seharusnya dapat mencukupi. Namun, terkendala dengan distribusi.
Lalu antivirus Favipiravir stoknya ada 6 juta. Untuk meningkatkan jumlahnya, Kemenkes sudah mendapatkan komitmen produsen obat tanah air untuk meningkatkan produksi. Misalnya PT Kimia Farma yang akan memaksimalkan produksi hingga 2 juta. Pada Agustus nanti pemerintah akan mengimpor 9,2 juta. Kemudian ada perusahaan farmasi akan mengimpor 15 juta dan ada pabrik baru yang akan beroperasi untuk memproduksi obat ini.
Rencananya Favipiravir ini akan menganti Oseltamivir. Menurut Budi, organisasi kedokteran sudah menganjurkan untuk menghentikan penggunaannya.
“Ada tiga obat lain yang belum bisa diproduksi dalam negeri,” katanya. Misalnya Remdesivir, Actemra, dan Gamaraas.
Pemerintah telah berhasil ekspor Remdesivir 150 ribu tablet. Lalu pada Agustus akan datang 1,2 juta Remdesivir.
Untuk Actemra, pada Juli ini akan datang 1000 vial. Dilanjut Agustus akan datang 138.000 vial. “Gamaraas akan impor 25.000 pada Juli ini dan akan impor lagi 27.000 pada Agustus,” ungkapnya.
Distribusi obat-obatan ini akan dilakukan oleh GP Farmasi. Rencananya seluruh obat akan didistribusikan di 12.000 apotek.
Selain lewat apotek, pemerintah juga akan mendistribusikan lewat TNI dan Polri. Ini akan koordinasi dengan puskesmas. Selanjutnya, pemerintah bekerjasama dengan 11 platform digital untuk melakukan telemedicine.
Budi berpesan agar masyarakat tidak mandiri membeli obat. Harus ada resep dari dokter. Apalagi Gamaraas yang haris disuntikan di rumah sakit. “Saya takut ada yang membeli sendiri dan ditaruh di rumah,” ucapnya.
Lalu terkait oksigen, pemerintah mengimpor oksigen concentrator. Budi mengibaratkan alat ini sebagai pabrik oksigen kecil yang bisa dipasang di dekat ranjang pasien dirawat. “Setiap 1000 oksigen concentrator dapat memproduksi 20 ton oksigen berhari,” katanya.
Pemerintah telah mendapat donasi 17.000 oksigen concentrator. Selain itu juga membeli 20.000 unit
Budi juga memaparkan terkait pemenuhan vaksin untuk Covid-19. Dia mengakui bahwa tidak bisa cepat mengimunisasi karena tersendat ketersediaan vaksin.