BUMD, Rawan Bancakan dan Politik Transaksional

- Sabtu, 24 Juli 2021 | 11:01 WIB
Herdiansyah Hamzah
Herdiansyah Hamzah

BEKAS petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersandung kasus. Selain KR yang menjabat sebagai mantan direktur PT BME, sebelumnya kasus sama menimpa pucuk pimpinan PT Perusda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ), yakni Dandi Priyo Anggono.

Pada 1 Juli 2020, dia telah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda, yakni 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Kerugian negara yang ditimbulkan pada kasus itu sebesar Rp 8 miliar. Sebagai informasi, mencuatnya kasus dugaan korupsi itu bermula dari penyertaan modal Pemkot Bontang sebesar Rp 16,9 miliar.

Suntikan itu diberikan kepada empat anak usahanya. Meliputi PT BPR Bontang Sejahtera untuk usaha perkreditan, PT Bontang Transport di usaha bengkel dan sewa kapal, PT Bontang Karya Utamindo (BKU) di bidang pengisian bahan bakar untuk nelayan, dan PT Bontang Investindo Karya Mandiri (BIKM) di bidang periklanan.

Namun, sejak pengelolaan dana itu diterima hingga kasus ini bergulir, terdakwa tak pernah menyusun rencana kerja anggaran yang harus diajukan ke wali kota dan dewan pengawas AUJ. Terdakwa pun sempat buron pada 2017. Petugas kemudian berhasil menangkap pelaku di Madiun, Jawa Timur pada 23 Oktober 2019 lalu.

Pengamat politik dan hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengatakan, kasus korupsi di BUMD ini pertanda rentannya pengelolaan keuangan perusahaan daerah. Sehingga menjadi bancakan oleh oknum yang menguasainya.

Ia pun meyakini, mantan direktur itu bukanlah pelaku tunggal. Sebab, lazimnya kasus korupsi, pasti melibatkan persekongkolan banyak orang.

“Ini yang mesti diurai dan dikejar oleh aparat penegak hukum, yakni siapa yang melakukan perbuatan (plegen), siapa yang menyuruh melakukan (doen plegen), dan siapa yang turut serta melakukan perbuatan (medeplegen),” kata dosen yang akrab disapa Castro ini.

Tak hanya itu, proses seleksi pejabat BUMD juga mesti jadi sorotan. Sebab, sudah jadi rahasia umum jika seleksi dan penempatan pejabat BUMD penuh dengan tawar-menawar kepentingan alias politik transaksional. “Umumnya, jabatan-jabatan ini merupakan bentuk balas budi politik. Kalau bukan berasal dari tim sukses, biasanya juga berasal dari kerabat pemegang kuasa,” ucapnya.

Terakhir, kejadian ini menandakan tumpulnya pengawasan terhadap kinerja direksi BUMD. Sebagai perusahaan pelat merah, harusnya pengawas baik internal maupun eksternal bekerja untuk melakukan audit secara rutin terhadap BUMD ini.

“Internal melalui aparat pengawas intern pemerintah (APIP), dalam hal ini inspektorat, dan eksternal melalui BPK. Sebab, audit melalui auditor independen itu tidak efektif,” pungkasnya. (*/ak/ind/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X