Penurunan Bunga Kredit Butuh Waktu

- Kamis, 22 Juli 2021 | 11:05 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Tak hanya berpatok pada penurunan suku bunga acuan atau BI seven day reverse repo rate (BI7DRR), suku bunga kredit bank di daerah juga tergantung keputusan pusat. Sehingga, akselerasinya masih rendah. Terlebih program restrukturisasi masih berjalan.

 

SAMARINDA - Suku bunga kredit perbankan Kaltim terpantau masih cukup tinggi. Berdasarkan data suku bunga tertimbang (SBT) kredit bank di Bumi Etam tercatat sebesar 11,2 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan SBT kredit nasional yang hanya 8,71 persen.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim Made Yoga Sudharma mengatakan, kalau berbicara suku bunga perbankan, tentunya bank-bank yang ada di Kaltim tetap harus mengikuti keputusan induknya yang ada di pusat. Artinya langkah Bank Indonesia menurunkan BI7DRR tidak serta-merta membuat perbankan bisa menurunkan bunga kredit. Sebab, perbankan membutuhkan waktu transmisi.

“Bisa kita lihat data statistik nasional sekitar Rp 900-1.000 triliun kredit perbankan itu direstrukturisasi. Artinya ada pendapatan perbankan yang tertunda,” jelasnya, Selasa (20/7).

Menurut Made, di tengah restrukturisasi tersebut, di satu sisi perbankan tetap harus memberikan bunga kepada dana pihak ketiga (DPK). Sedangkan sumber utama pendapatan perbankan adalah suku bunga kreditnya. Kalau suku bunga diturunkan sedangkan pendapatan tadi masih tertunda, maka perbankan tidak akan sanggup membayar bunga DPK.

Hal ini yang membuat penurunan suku bunga acuan tidak serta-merta membuat perbankan menurunkan suku bunga kredit. Sebab, ada transmisi yang harus dilalui. Perbankan memiliki hitung-hitungannya sendiri. Namun secara tren, sebenarnya tingkat suku bunga perbankan sudah menurun. Ada beberapa bank besar yang suku bunga kreditnya sudah single digit.

“Kalau kita lihat memang masih tinggi, namun dibandingkan periode lalu ini sudah mengalami penurunan sebenarnya. Tapi, tetap butuh waktu agak lama untuk seluruh perbankan bisa menerapkan itu,” tuturnya.

OJK tetap tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi perbankan agar menurunkan suku bunga kredit. Namun, pihaknya hanya bisa mengimbau perbankan untuk menyesuaikan suku bunga. Pihaknya sadar, selain membayar bunga DPK, perbankan juga memiliki biaya produksi lain, seperti membayar gaji karyawan dan sebagainya.

“Perbankan pasti memiliki hitung-hitungan kenapa penurunan belum bisa signifikan. Tapi, kalau kita lihat sebenarnya trennya sudah menurun cukup baik,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, suku bunga acuan terus mengalami penurunan, sejak pertengahan 2019 dan tercatat mencapai titik terendahnya dalam sejarah pada 2020. Sepanjang tahun lalu, BI7DRR telah turun sebanyak lima kali atau sebesar 125 basis poin, dari 5 persen menjadi 3,75 persen pada akhir tahun 2020.

Penurunan tersebut terus berlanjut sampai Februari 2021, dengan kembali turun BI7DRR sebanyak 25 basis poin menjadi 3,50 persen. “Tingkat suku bunga acuan tersebut, merupakan yang terendah sepanjang sejarah sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja sektor riil, yang tercatat cukup lemah karena dampak negatif dari pandemi Covid-19. Kebijakan penurunan suku bunga acuan juga ditempuh banyak negara untuk menstimulus perekonomian domestiknya,” tuturnya (ctr/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X