Kabupaten Bekasi yang tanpa Bupati, Wakil Bupati, dan Sekda Definitif

- Selasa, 20 Juli 2021 | 11:27 WIB
Kantor pemerintahan Kabupaten Bekasi.
Kantor pemerintahan Kabupaten Bekasi.

Bupati Bekasi yang dulunya menjabat wakil bupati meninggal ketika Sekda-nya sudah pensiun dan belum ada penggantinya. Wakil bupati terpilih sampai sekarang tak kunjung dilantik.

 

SUGIH MULYONO, Bekasi-FOLLY AKBAR, Jakarta, Jawa Pos

 

DI tengah kondisi sesulit sekarang akibat pandemi Covid-19, Kabupaten Bekasi justru bagai ayam kehilangan induk. Satu-satunya kabupaten di tanah air yang sekarang tak memiliki bupati, wakil bupati, sekaligus Sekda (sekretaris daerah).

Semua bermula saat Bupati Neneng Hasanah Yasin divonis bersalah dalam kasus korupsi perizinan Meikarta dan dijebloskan penjara pada 2019. Wakilnya, Eka Supria Atmaja, lantas dilantik sebagai bupati definitif. Namun, posisi wakil yang ditinggalkan Eka belum diisi sampai sekarang.

Nah, pada Minggu (11/7), Eka wafat setelah sempat terpapar Covid-19. Di sisi lain, Kabupaten Bekasi juga tak memiliki Sekda definitif setelah H Uju memasuki masa pensiun pada 30 Juni 2021.

Bisa jadi, sepanjang sejarah Indonesia modern, Kabupaten Bekasi adalah kabupaten pertama yang tak memiliki tiga pimpinan tertinggi dalam waktu bersamaan. Memang, pada 12 Juli lalu, Herman Hanafi ditabalkan sebagai Plh Sekda Kabupaten Bekasi oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Namun, wewenang Plh jelas sangat terbatas. Tak bisa mengambil kebijakan strategis.

”Padahal, saat pandemi seperti sekarang kan, ada berbagai kebijakan yang harus diambil segera. Bansos, misalnya,” kata Gunawan, pemerhati kebijakan publik yang juga warga kabupaten berpenduduk sekitar 2,8 juta jiwa tersebut, kepada Jawa Pos.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Muhammad Nuh tak mempermasalahkan figur Herman Hanafi yang sebelumnya menjabat Plh Sekda Kabupaten Bekasi. Namun, pihaknya mempertanyakan pedoman aturannya. ”Nah, itu yang kemarin kami kritisi dan sementara Biro Hukum Jabar belum bisa menjawab. Setahu kami, dari Sekda menjadi Plh bupati oke, tidak ada masalah. Tapi, kalau dari Plh Sekda lompat menjadi Plh bupati ini kayak apa?” katanya.

Persoalannya mungkin tak akan serumit sekarang seandainya wakil bupati yang terpilih lewat proses di DPRD, Ahmad Marzuki, sudah dilantik. Nuh menceritakan bahwa pangkal persoalan yang mengganjal Marzuki adalah tak ada permintaan atau surat pernyataan dari bupati yang meminta wakil bupati. ”Sementara, dari Sekda Jabar, kami diminta mengisi kekosongan wakil bupati,” ujarnya.

Bupati yang dimaksud Nur adalah Bupati Eka. Padahal, lanjut Nuh, Eka selalu hadir dalam semua tahapan pemilihan wakil bupati yang berujung pada terpilihnya Marzuki. Bahkan, dalam rapat paripurna, Eka hadir. Karena itu, pihaknya sejak awal meyakini bahwa bupati mendukung calon yang terpilih. Namun, ternyata tetap dibutuhkan pernyataan tertulis. Dan, itu yang tak didapat DPRD sampai Eka meninggal. ”Kami menyayangkan mengapa dalam semua tahapan beliau hadir, tapi tiba-tiba beliau tidak setuju,” ujarnya.

Seandainya sudah dilantik, sesuai dengan peraturan yang berlaku, Marzuki otomatis akan dilantik sebagai bupati definitif sampai 2023. Sekda dapat dipilih melalui seleksi terbuka.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benny Irwan memastikan tak ada kekosongan pimpinan di Kabupaten Bekasi. Jika kepala daerah dan wakilnya berhalangan tetap, lanjut dia, UU Pemda menyebut Sekda sebagai pemegang kekuasaan sementara. Dalam kasus Kabupaten Bekasi, meski tak ada Sekda definitif, sekarang ada Plh bupati yang sebelumnya Plh Sekda.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X