Penataan Lahan Perkebunan, Moratorium Disebut Bukan Solusi

- Minggu, 18 Juli 2021 | 19:41 WIB

Pemerintah diminta mengevaluasi kembali izin perkebunan yang diberikan kepada pelaku usaha. Sebab, sampai saat ini belum ada separuh dari luas lahan yang diberikan izin telah diolah.

SAMARINDA–Pada rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kaltim, peruntukan perkebunan tercatat seluas 3.269.561 hektare. Dari jumlah tersebut, lahan yang diberi izin perkebunan seluas 2.889.435 hektare dengan jumlah 405 izin. Namun, luas perkebunan kelapa sawit yang aktif baru 1.287.449 hektare atau 7,86 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit nasional.

Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, pihaknya sudah tidak pernah mengeluarkan izin baru untuk perkebunan kelapa sawit, sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit.

Aturan itu juga mengatur peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit, dalam rangka peningkatan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, memberi kepastian hukum, menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan termasuk penurunan gas rumah kaca. “Kaltim bahkan beberapa tahun sebelum terbitnya Inpres 8 Tahun 2018 tersebut tidak pernah menerbitkan izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit baru,” ujarnya.

Dia menjelaskan, sesuai yang diamanatkan pada Inpres 8 Nomor 2018 tersebut, gubernur melalui instansi terkait juga telah melakukan pengumpulan data peta izin lokasi, izin usaha perkebunan (IUP), dan hak guna usaha (HGU), berkolaborasi dengan tujuh kabupaten dalam kegiatan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), yang diinisiasi KPK dan telah memasuki tahapan integrasi data dan peta.

“Kita juga sudah memiliki Perda Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, serta sudah tertuang dalam RPJMD Kaltim 2018–2023 terkait tujuan pembangunan hijau di sektor pertanian dan perkebunan akan dicapai dengan membangun ketahanan pangan berbasis komoditas lokal, pengurangan deforestasi dan degradasi hutan serta kegiatan mitigasi perubahan iklim,” tuturnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan, saat ini banyak kasus tumpang tindih lahan dengan pertambangan, lahan menganggur, dan lainnya. Hal ini sudah lama terjadi. Pemerintah dinilai kurang tepat dalam menyikapi itu dengan mengeluarkan moratorium perkebunan kelapa sawit.

Aturan itu tertuang dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Moratorium Perkebunan Sawit di Indonesia. “Dengan harapan moratorium bisa memperbaiki tata kelola perusahaan perkebunan sawit di Indonesia,” jelasnya.

Menurut dia, aturan itu tak lepas dari pengendalian izin. Padahal, selain moratorium izin baru untuk kelapa sawit, pemerintah harus melakukan evaluasi terkait HGU yang sudah ada. Pemerintah daerah yang memberikan izin lahan perkebunan, bisa melakukan penertiban. Dengan mendata perusahaan yang tidak mengelola lahan sawitnya sesuai izin.

Di Kaltim masih banyak pelaku usaha yang telah diberikan HGU tapi belum menanam. Pelaku usaha tersebut harus menyanggupi untuk menanam. Jika tidak mampu mengelola luasan lahan sesuai HGU, maka pemerintah bisa mencabut izin HGU-nya. Selanjutnya, lahan itu bisa diberikan kepada pelaku usaha yang sanggup. Sebab, idealnya per dua tahun lahan yang bisa dikelola satu perusahaan adalah seluas 2.000 hektare.

Pemerintah bisa melakukan pemantauan dalam waktu enam bulan sekali. Jika tidak memenuhi target, pemerintah bisa mengevaluasi. “Moratorium itu memang bagus, sebab sebagai teguran untuk pengusaha yang nakal. Moratorium izin bisa membuat kita mengoptimalkan lahan yang ada,” tuturnya.

Namun, tambah dia, moratorium juga membuat pelaku usaha yang benar-benar mau mengelola jadi tidak kebagian lahan. Sehingga evaluasi lahan yang menganggur harus dilakukan, berikan kepada pengusaha yang jelas mau menanam dan berproduksi. Moratorium harus dijalankan sesuai aturan, agar membangun iklim perkebunan kelapa sawit yang baik. (ctr/ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X