Kurban Ritual dan Sosial

- Sabtu, 17 Juli 2021 | 12:39 WIB

Bambang Iswanto

Dosen UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

 

 

DALAM Islam, sebuah ibadah sering terkait dengan ritual khusus yang harus dilaksanakan karena memang dalil memberi petunjuk seperti itu. Salat misalnya, ada ritual rukun yang harus dijalankan seperti berdiri bagi yang mampu, berniat, takbiratul ihram, membaca Al-Fatihah, dan seterusnya.

Puasa juga demikian, harus menahan masuknya makanan dan minuman ke tenggorokan, menahan berhubungan badan dari fajar sampai terbenam matahari. Ditambah dengan ritual sunah penyertanya seperti sahur dan lain-lain.

Ternyata banyak makna dan dimensi sosial selain rukun-rukun yang terlihat dalam ibadah. Telah melaksanakan ritual yang diwakili oleh rukun-rukun dan prosesnya bukanlah akhir dari sebuah ibadah. Maka, ketika Allah memberi perintah, manusia hendaknya mencari tahu makna selain rukun-rukun dan proses.

Orang yang melaksanakan ibadah dan perintah Allah, sering tidak diiringi dengan pemaknaan di balik perintah tersebut dan mencoba menghubungkannya dengan petunjuk-petunjuk lain seperti Al-Qur’an, hadis, ijmak, qiyas, dan dalil-dalil otoritatif lainnya.

Bagi orang seperti ini, salat itu yang penting melaksanakan rukun-rukun saja, tanpa perlu menghubungkan dengan dalil lain yang harus memaknai salat sebagai pencegah perbuatan terlarang, mungkar, dan bisa menjadi media untuk selalu terpaut kepada Allah (zikir).

Demikian pula tentang puasa. Dalam pemahaman mereka, puasa yang penting tidak makan minum dan tidak berhubungan dalam waktu yang telah ditentukan. Tidak penting ada makna lain yang harus dipahami selain menahan hal yang membatalkan. Padahal banyak dalil yang menjelaskan tentang makna dan hakikat puasa yang lebih dari sekadar menahan rasa lapar dan haus.

Salah satu ibadah yang sering dilalaikan pemaknaannya adalah ibadah kurban. Ibadah kurban dalam Islam, tidak dimaknai sebagai ibadah yang berdimensi ritual saja. Jika dimaknai demikian, ibadah ini hanya berhenti dengan menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (yang dimulai) pada hari Id sampai akhir hari tasyrik. Lalu daging dibagi-bagikan, setelah itu lenyap tanpa memberi bekas apapun seiring hilangnya bau darah yang mengalir dari leher hewan sembelihan.

TAFSIR ULANG KURBAN

Kurban harus dibaca dan dimaknai sebagai sarana membuka kesadaran sosial. Sebab, pemaknaan yang hanya secara literal dan dogmatis, akan mendegradasikan makna kurban. Dan tidak mendorong spirit muslim untuk senantiasa berkurban.

Dalam kajian hermeneutika, perintah kurban dalam QS Al-Kautsar Ayat 1-2 tidak dilihat sebatas makna harfiah, tetapi dihubungkan dengan kondisi ketika perintah diturunkan. Baik dari aspek setting personal maupun setting sosio-kultur.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X