Kasus Melonjak, Oksigen Langka di Myanmar, Sistem Kesehatan Lumpuh Sejak Kudeta

- Sabtu, 17 Juli 2021 | 11:13 WIB
Warga Myanmar antre tabung oksigen.
Warga Myanmar antre tabung oksigen.

Ye Kyaw Moe mempertaruhkan keselamatannya. Dia melanggar jam malam demi antri untuk mengisi ulang tabung oksigen miliknya. Salah satu anggota keluarganya terpapar Covid-19. Pria yang berprofesi sebagai pelaut itu menyelinap keluar rumah pukul 3 dini hari.

Warga Yangon itu berhati-hati agar tak bertemu anggota militer yang berjaga. Sudah bukan rahasia jika militer Myanmar tega menembak warga sipil. Tidak peduli itu tua, muda, anak-anak hingga perempuan. Sejak kudeta, lebih dari 900 orang warga sipil tewas terbunuh. Sayangnya, begitu sampai di tempat pengisian sudah ada warga lain yang antri di depannya. Ye Kyaw Moe harus menunggu berjam-jam bahkan mungkin seharian, itupun jika masih ada sisa ketika gilirannya tiba.

Oksigen sudah langka di Myanmar. Antrian mengular menjadi pemandangan harian. Sebagian penduduk bahkan sengaja membawa kursi dari rumah karena tahu dia bakal menunggu lama. Panjangnya proses antrian itu membuat sebagian pasien harus kehilangan nyawa. Adik perempuan Than Zaw Win salah satunya. ’’Ketika saya antri mengisi oksigen, sepupu saya menelepon meminta saya pulang karena adik perempuan saya sudah meninggal,’’ ujar Than Zaw Win seperti dikutip Agence France-Presse kemarin (15/7).

Meski situasinya mengkhawatirkan, namun junta militer Myanmar tetap bersikukuh bahwa persediaan oksigen aman. Penduduk diminta tenang dan tidak menyebarkan rumor. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain.

Angka penularan harian di Myanmar terus melejit. Rabu (14/7) ada lebih dari 7 ribu kasus baru. Padahal di awal Mei hanya 50an kasus per hari. Angka kematian juga terus melonjak. Tempat-tempat kremasi dan pemakaman kewalahan. Per hari tempat kremasi melayani 400-500 orang. Itu berkali lipat dibanding hari biasa. Relawan harus turun untuk ikut mengambil jenazah di rumah-rumah penduduk.

Ledakan penularan terjadi pasca kudeta. Tenaga medis mogok masal, demo di mana-mana dan sistem kesehatan lumpuh. Angka vaksinasi juga rendah. Dari 54 juta penduduk, baru 1,75 juta saja yang sudah divaksin. ’’Junta militer kekurangan sumber daya, kemampuan dan legitimasi untuk mengendalikan krisis ini,’’ ujar Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews. Situasi bisa mematikan karena tingginya ketidakpercayaan penduduk pada junta militer.

Nasib serupa dialami oleh Argentina. Angka kematian akibat Covid-19 terus melonjak. Argentina menjadi negara kelima di Amerika Latin yang angka kematiannya melebihi 100 ribu jiwa. Total kasus sejak awal pandemi sudah mencapai 4,7 juta. Pada Rabu (14/7), terjadi 614 kematian.

’’Indeks melonjak sekali lagi,’’ ujar Kepala Pan American Health Organization (PAHO) Carissa Etienne. Dia menegaskan bahwa Argentina pernah benar-benar terpukul. Namun mereka bisa mengendalikan situasi. Tapi setelahnya, masyarakat kembali lengah. Situasi kian memburuk karena krisis perekonomian di negara tersebut. Banyak penduduk yang kesulitan hanya untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tak jauh dari Argentina, Presiden Brasil Jair Bolsonaro kini berada di rumah sakit. Dia bakal segera dioperasi. Bolsonaro mengalami penyumbatan usus. Sebelumnya, pemimpin 66 tahun itu mengalami cegukan terus menerus selama 10 hari terakhir. Awalnya dia hanya dirawat di rumah sakit militer di Brasilia. Namun Rabu dia dilarikan ke RS di Sao Paulo dengan menggunakan pesawat Angkatan Udara Brasil.

’’Ini pernah terjadi pada saya sebelumnya, mungkin karena obat-obatan yang harus saya konsumsi jadi saya cegukan 24 jam setiap harinya,’’ ujar Bolsonaro pekan lalu.

Tidak diketahui apakah dia betul-betul sakit atau hanya menghindari penyelidikan. Sebab dia dilarikan ke rumah sakit setelah Senat membuka penyelidikan terkait kebijakan penanganan pandemi pemerintah Brazil. Rabu, penyelidikan diperpanjang hingga 90 hari kedepan. Pandemi di Brasil sudah merenggut 540 ribu nyawa.

Tak cukup disitu, Bolsonaro juga diselidiki oleh jaksa umum terkait dugaan penggelapan pembelian vaksin Covid-19. Oposisi juga mendorong agar parlemen memproses pelengseran Bolsonaro. (sha/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X