Bisnis Perkapalan Tak Kecipratan Untung Tingginya Harga Batu Bara

- Rabu, 14 Juli 2021 | 11:37 WIB

Tingginya harga batu bara pada Juli 2021 yang menyentuh level USD 115,35 per ton belum berdampak signifikan pada bisnis turunan. Salah satunya perkapalan.

SAMARINDA – Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Indonesian National Shipowners Association (INSA) Samarinda Agus Sakhlan menuturkan, tingginya harga jual batu bara saat ini belum mampu membuat bisnis perkapalan meningkat signifikan. Sebab pada awal pandemi tahun lalu, harga sewa kapal untuk beberapa bisnis diturunkan sekitar 10-20 persen.

Hal itu merupakan permintaan pelaku usaha yang menyewa karena bisnis mereka sedang menurun. Sayangnya, saat ini ketika harga komoditas sedang tinggi harga sewa kapal tidak dikembalikan. “Seharusnya penambang bisa back to back dengan bisnis pelayaran, minimal kembalikan biaya sewa seperti awal. Di situ baru kita bisa merasakan perbaikan kinerja,” ujarnya, Senin (12/7).

Diketahui, bulan ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) sebesar USD 115,35 per ton, meroket dari USD 100,33 per ton pada Juni 2021. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Dibeberkan Agus, bisnis perkapalan di Samarinda terbagi beberapa sektor, yakni offshore, tugboat, kapal penumpang, kontainer dan lainnya. Secara menyeluruh pada saat pandemi yang paling terdampak adalah kapal offshore atau kapal yang mengangkut migas. Namun di Kota Tepian bisnis pelayaran didominasi oleh kapal tugboat atau pengangkut batu bara dengan kontribusi hampir 70 persen.

“Dengan tingginya permintaan batu bara, idealnya berdampak pada bisnis yang mengangkutnya. Sayangnya, itu tidak terjadi. Bisnis kapal di Kaltim tidak serta-merta mengalami peningkatan seiring lonjakan permintaan. Sebab, tingginya harga tidak mengubah biaya sewa dari kapal pengangkutnya,” tegasnya.

Namun demikian, permintaan jumlah kapal untuk mengangkut batu bara diakuinya terjadi peningkatan sekitar 25 persen. Tapi hal ini tidak terlalu berdampak karena yang dibutuhkan saat ini kembalinya harga sewa seperti semula.

“Harga-harga bahan pembuatan kapal sedang naik, namun sulit untuk pelaku usaha melakukan investasi karena keuntungan yang tipis tadi. Jadi kapal yang kita pakai itu-itu saja, belum bisa investasi ke kapal baru,” katanya.

Dia berharap mitra-mitra bisnis pelayaran yang saat ini sedang menerima harga komoditas yang tinggi, bisa menyesuaikan harga sewa. Sebab kalau tidak ada bisnis pelayaran, hasil pertambangan tidak ada yang membawa. “Paling tidak jika harga sewa kembali, bisnis pelayaran juga bisa investasi ke kapal baru agar barang kalian yang kami angkut lebih aman lagi,” jelasnya.

Pihaknya meminta apa yang sempat diturunkan dikembalikan agar keuntungan mereka lebih baik. Namun hal itu juga sulit tanpa adanya aturan jelas dari pemerintah. “Kita berharap ada regulasi yang mengatur itu, agar kita bisa investasi kapal baru, maintenance lebih baik lagi. Sehingga yang merasakan keuntungan dari tingginya harga batu bara ini lebih banyak,” terangnya.

Terpisah, Pengamat Pertambangan Batu Bara Kaltim Eko Priyatno mengatakan, tingginya harga batu bara saat ini tentunya menjadi angin segar bagi pebisnis emas hitam. Namun ini tidak akan bertahan lama, sebab tidak banyak yang bisa diharapkan dari bisnis ini. Peningkatan harga merupakan fluktuasi biasa. “Masih banyak momen yang akan membuat harga batu bara menurun kembali,” tuturnya.

Dia memprediksi harga masih akan berfluktuasi seiring permintaannya yang juga terbatas. Penyerapan batu bara di pasar lokal jelas tidak terlalu banyak, sementara di luar negeri permintaan juga tidak terlalu drastis bertambah. Harga memang tinggi, namun pihaknya belum melihat indikasi yang membuat harga ini bisa terus bertahan di angka yang cukup tinggi. “Kemungkinan menurun tetap masih ada. Jadi sulit juga untuk mengubah biaya produksi,” tutupnya.

Senada, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim Muhammad Hamzah mengatakan, ekspor Kaltim 90 persen masih didominasi ekspor batu bara. Namun pihaknya yakin melambungnya harga merupakan fluktuasi biasa. “Kita yakin ini hanya fluktuasi biasa, karena batu bara ini energi yang sebenarnya mulai ditinggalkan dan tentunya tidak banyak yang bisa diharap,” ungkapnya. (ctr/ndu)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X