Bagi Rara Sekar, berkebun adalah laku ketahanan pangan sekaligus tindakan filosofis. Bahkan, sampai persoalan kebahasaan pun dia temukan: bayam bukan padanan yang pas untuk spinach.
DINDA JUWITA, Jakarta, Jawa Pos
BERKEBUN, bagi Rara Sekar, adalah menemukan siklus. Menanam kehidupan dan menyaksikan kematian. ”Kebun yang mati//Adalah kebun yang tumbuh.” Demikian tulisnya dalam Kebun Terakhir, single yang belum lama ini dia rilis lewat proyek solonya, Hara.
Siklus kehidupan itulah yang membuat mantan partner bermusik Ananda Badudu dalam Banda Neira tersebut yakin bahwa sebuah kebun bukan hanya soal tanah dan tanaman. Tetapi juga sebagai medium yang membuatnya belajar banyak hal tentang kehidupan.
”Aku jadi melihat ada harapan di saat-saat paling gelap. Ketika mencari harapan, tidak perlu jauh-jauh, di kebunku sendiri aku bisa belajar memahami itu,” tutur musisi sekaligus aktivis tersebut dalam webinar yang diselenggarakan European Union in Indonesia pada awal bulan lalu (4/6).
Lahir dan besar di negara tropis yang lekat dengan kegiatan agraris, tetapi Selandia Baru-lah yang mempersuakan Rara dengan berkebun. Pada 2016, jauh sebelum berkebun menjadi tren pada masa pandemi, dia dan sang suami, Ben Laksana, yang tengah menempuh studi di Negeri Kiwi mulai menggelutinya. Di sana berkebun merupakan hobi nomor satu yang digeluti masyarakat. Gardening juga menjadi salah satu medium dalam relasi sosial warga negeri berkepala negara ratu Inggris tersebut.
Rara dan Ben pun mulai memupuk pelan-pelan aktivitas berkebun. Dari sering bertukar pendapat dan terjun langsung, keduanya mendapati bahwa berkebun bukan melulu soal dekoratif, tetapi juga tentang ketahanan pangan.
Selandia Baru akhirnya harus dia tinggalkan setelah studi selesai. Namun, kecintaan berkebun tetap dia bawa dari sana ke tempat tinggalnya yang baru: Bogor. Melalui #RaraBenHomeGarden, pasangan suami istri itu makin masif berkebun. Kegemaran mereka juga sering dibagikan di akun media sosial masing-masing dengan tagar tersebut.
Totalitas dalam berkebun, keduanya menyulap berbagai sudut rumah menjadi pekarangan. Pendekatan lazy gardening menjadi pilihan. Alasannya, konsep tersebut cocok dengan kesibukannya sehari-hari. ”Aku juga mempunyai kesibukan sebagai kaum urban. Jadi, nggak bisa setiap pagi (mengurus kebun, Red). Pendekatan ini lebih kepada proses gardening dengan mengikuti bagaimana alam bekerja,” jelasnya.
Rara menceritakan, dengan lazy gardening, dirinya dan sang suami hanya perlu ”repot” di awal. Hampir satu minggu, keduanya mempersiapkan bedeng tanaman. Pagi dan sore dipilih sebagai waktu yang tepat. Di bawah terik matahari, keduanya telaten menyemai bibit. Kemudian, proses dilanjutkan dengan trimming dan menyiram tanaman. Dengan lazy gardening, Rara dan Ben tak harus menyirami tanaman setiap waktu. Mereka membiarkan alam melakukan tugasnya.
Meski namanya lazy, keduanya tak lantas ogah-ogahan saat berkebun. Secara gradual, Rara dan Ben tekun mempelajari seluk-beluk berkebun dari hulu hingga hilir. Sering kali mereka bahkan menyempatkan waktu khusus untuk berbagi cerita dengan para petani. Banyak hal yang mereka temui dari proses itu. Termasuk mengetahui bahwa bayam dan spinach yang selama ini dianggap padanan kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ternyata berbeda. ”Kedua-duanya adalah keluarga yang sama, yaitu Amaranthaceae, tapi berlainan genus. Genus bayam adalah Amaranthus, sedangkan genus spinach adalah Spinacia. Jadi, seharusnya bayam dalam bahasa Inggris disebut amaranth, bukan spinach,” terang Rara.
Jadi, jelas sekarang, yang biasa dimakan karakter Popeye dan membuatnya perkasa bukan bayam. Melainkan spinach yang padanan barunya masih harus dicarikan.