Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memang memukul seluruh sektor. Termasuk di industri perkopian. Bisnis kopi dianggap pilihan tepat mencari cuan. Lihat bagaimana Citra Niaga, Jalan Juanda, dan sebuah kawasan yang cukup menarik perhatian belakangan ini di Jalan Siradj Salman, Samarinda. Anak-anak muda berbondong-bondong membuka tempat nongkrong. Namun, bukan sekadar tempat, menjadi seorang yang benar-benar barista tidak ujuk-ujuk menyeduh kopi, mesti mengantongi sertifikasi.
DULU, lazimnya menikmati kopi di pagi hari. Namun, itu sudah bergeser. Bisa dinikmati kapan saja dan di mana saja, serta varian yang beragam. Jika dulu mayoritasnya peminumnya adalah orangtua, kini anak muda pun sudah banyak sebagai penikmatnya.
Namun, “badai” virus corona belum selesai. Sementara pemerintah terpaksa menarik “rem” agar lonjakan kasusnya tak terus terjadi. Sehingga, imbasnya pun tempat nongkrong yang tumbuh subur terpaksa ikut aturan.
Ketua Bubuhan Kopi Samarinda Ridwanto menyempatkan berbincang santai di kedai tempatnya sehari-hari menghabiskan waktu, di Jalan Juanda, tepatnya Kopi Nusantara (Konus). Dia memahami bagaimana bisnis kopi juga turut merasakan imbasnya. “Orang-orang di sini itu banyak nongkrong malam, sekitar pukul 20.00 Wita ke atas. Memang berat dengan aturan terkait pembatasan, tapi itu saya pikir terbaik demi memutus rantai Covid-19 kan,” ungkapnya santai.
Di tengah situasi saat ini, pengusaha kopi di ibu kota Kaltim mengalami penurunan. “Kemungkinan besar di bawah rata-rata. Karena nongkrong dibatasi sampai pukul 21.00 Wita, pasti sedikit kan yang datang,” ungkapnya. Namun, strategi dan taktik, lanjut pria yang akrab disapa Ridwan, tentu sudah dimiliki masing-masing pemilik kedai atau coffee shop. Menurut dia, pembatasan yang dilakukan pemerintah masih bisa diakali, salah satunya menerapkan sistem take away. Soal aturan jarak dan menyediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer sudah jadi hal yang wajib.
Menurut Ridwan, bisnis perkopian adalah salah satu yang paling stabil. Mengingat semakin tahun pasarnya terus bertambah. “Kalau dulu kan kebanyakan orangtua aja tuh, sekarang lihat deh, rata-rata anak muda,” ungkapnya. Pria yang sudah menjadi barista sejak 2017 itu menuturkan, Samarinda sudah jadi industri perkopian sejak 2017. “Selain karena mahasiswa yang semakin banyak di sini (Samarinda), tapi perkembangan bisnis kopi di kota-kota besar yang lebih dulu muncul turut menjadi pengaruh besar bisnis kopi makin banyak,” terangnya.
Namun, ada hal yang perlu disadari lebih jauh lagi, yakni sertifikasi seorang barista. Sertifikasi, lanjut dia, pengaruhnya sangat besar, terutama bagi personal seorang barista yang sudah bersertifikat di bidang masing. Ada sertifikasi untuk Q grade, roaster, espresso, brewers, dan cup taster. Sehingga, masing-masing sertifikat menguatkan personal terhadap bidang yang difokuskan.
“Jadi misalnya ada yang ingin konsultasi tentang sekitar dunia perkopian, bisa langsung ke mereka yang bersertifikat di bidangnya. Terkadang mereka juga bisa buka kelas kopi, lumayan untuk memanfaatkan peluang bisnis yang ada,” ungkapnya. Namun, di Samarinda, sampai saat ini terutama terhadap yang udah bersertifikat, belum terlalu diakui, dan itu menjadi PR bagi pemegang sertifikat. “Sudah susah payah menimba ilmu tentang kopi, dan menghabiskan banyak biaya untuk itu,” terangnya.
Itu juga menjadi masukan bagi pengelola atau owner dari tempat pemilik kedai kopi, yang pada intinya bisa bersaing dengan daerah-daerah lain yang sudah lebih dulu terjun di bisnis perkopian. (dra2/k8)