SAMARINDA - Kampanye negatif dari Uni Eropa tentang minyak kelapa sawit kian masif dilakukan. Pada pertengahan Juli 2021, Uni Eropa kembali mengurangi konsumsi minyak sawit dari Asia Tenggara. Hal itu mendorong pelaku usaha menggunakan minyak kedelai dari Amerika Selatan.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan, semua pihak tentunya harus mewaspadai kampanye anti sawit yang dilakukan Uni Eropa. Mereka menganggap minyak kedelai dari Amerika visa menjadi pengganti minyak sawit karena lebih ramah lingkungan untuk produksi biodiesel.
Padahal, dalam studinya para peneliti dari organisasi lingkungan Transport and Environment (T&E), menganalisis data produksi dan konsumsi biodiesel dari tiga lembaga statistik, Oil World, Stratas Advisors, dan Eurostat. Menurut analisis mereka, konsumsi biodiesel Uni Eropa membutuhkan perkebunan sawit seluas 1,1 juta hektare di Asia Tenggara dan 2,9 juta hektare lahan kedelai di Amerika Selatan.
“Ini merupakan akibat dari Uni Eropa yang mengurangi penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar pada 2030 mendatang dan mengganti dengan kedelai,” ujarnya, Rabu (7/7).
Menurutnya, kebijakan Uni Eropa malah memperluas deforestasi di Amerika Selatan. T&E mencatat konsumsi minyak kedelai untuk produksi biodiesel melonjak 17 persen selama 2020. Sebaliknya volume konsumsi minyak sawit hanya naik 4,4 persen. Sejak 2018, porsi minyak kedelai dalam sistem energi Eropa melonjak dari 34 persen menjadi 44 persen. Perkembangan ini semata digerakkan oleh biodiesel.
“Kedelai dianggap menimbulkan emisi yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit, namun jumlah emisi yang dihasilkan malah dua kali lipat dibandingkan emisi bahan bakar fosil,” tuturnya.
Dia menjelaskan, jika Uni Eropa terus melakukan pengurangan minyak sawit dan mengganti dengan kedelai, maka ekspansi perkebunan kedelai saat ini akan mendorong deforestasi di Amazon, Brasil, dan ekosistem kritis lain di Amerika Selatan. Kerusakan hutan tidak hanya melepas emisi, tetapi juga menghilangkan aset terbesar untuk menyerap gas rumah kaca.
Kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa berpotensi memengaruhi berbagai negara, untuk mengurangi kebutuhan minyak sawit. Bulan ini, Uni Eropa kembali akan memutuskan paket kebijakan iklim baru yang dipastikan bakal banyak mengatur konsumsi bahan bakar nabati. “Sehingga, masih terus berlanjut kampanye negatif ini,” pungkasnya. (ctr/ndu/k15)