Lebih Enak Produk Indonesia

- Senin, 5 Juli 2021 | 12:05 WIB
SEJAK 2016: Rifki Ramadhan mulai menyangrai kopi di Samarinda, dan kala itu hanya ada 3 roaster. Hingga pada 2017 menjadi puncak hingga habiskan 250 kilogram dalam sebulan.
SEJAK 2016: Rifki Ramadhan mulai menyangrai kopi di Samarinda, dan kala itu hanya ada 3 roaster. Hingga pada 2017 menjadi puncak hingga habiskan 250 kilogram dalam sebulan.

MINUMAN yang berasal dari seduhan biji kopi sangrai dan dihaluskan menjadi bubuk ini terkenal di berbagai belahan dunia. Menjadi salah satu komoditas dan dibudidayakan lebih dari 50 negara. Tak terkecuali Indonesia, dengan berbagai hasil biji kopi khas daerah. Meninggalkan cita rasa berbeda.

Rumah Sangrai dan Seduh Kopi Semenjana asal Samarinda, berdiri sejak 2015 dan setahun kemudian memutuskan menyangrai kopinya sendiri. “Tanpa promosi kalau kita jual biji kopi, saat itu di Samarinda memang hanya sedikit roaster (sebutan bagi mereka yang menyangrai kopi). Jadi ketika orang tahu, mereka yang datang dan tanya,” jelas Rifki Ramadhan.

Berkenalan dengan kopi sejak kecil dan semakin mencintainya sejak 2012, membuat Rifki mahir jika berbicara tentang minuman hitam itu. Semakin mantap membangun usaha kedai kopi yang namanya kini tak asing di kalangan pencintanya.

Selama pandemi, diakui jika memang usahanya sangat terdampak. Pembatasan jam malam khususnya. Apalagi penikmat kopi umumnya datang pada waktu itu. Namun sejak 2018, dia pindah ke Manado karena urusan pekerjaan.

Kebiasaannya menyambangi berbagai coffee shop di sana, membuat dia merasa “bosan” karena ternyata biji kopi yang diseduh hanya itu-itu saja. “Umumnya itu dari sekitar Sulawesi sama Surabaya. Iseng sih, tahun lalu saya tawarin biji kopi punya saya yang dari Samarinda. Kan saya punya dari Sumatera, kayak kopi Batak dan lain-lain,” bebernya.

Disambut antusias, sekarang sedikitnya ada 9 kedai kopi yang bermitra dengannya. “Termasuk beberapa home brewer (penyeduh rumahan) yang mulai minta beans (biji kopi) ke saya,” lanjut Rifki lalu terkekeh.

Usaha sangrai dan seduh kopi di Samarinda kini dijalankan sang adik. Kini, posisinya di Manado adalah sebagai perantara penjualan kopi. Disebutkan jika umumnya, jangkauan pasar roaster di Samarinda hanya di sekitarnya. Sebab daerah luar, sudah memiliki roaster masing-masing.

Pasar Semenjana paling besar ada di Samarinda, lalu kini kedua Manado kemudian Bontang dan menyusul daerah Kutai Kartanegara. Pergeseran jenis kopi pun mulai dirasakan saat pandemi.

Jika umumnya adalah single origin Arabica, kini permintaan banyak untuk Robusta. “Selama pandemi, tren kopi gula aren kan naik. Nah itu pakai robusta, juga termasuk ekspresso. Dalam sebulan itu bisa 100-150 kilogram untuk Robusta saja,” bebernya.

Salah satu yang mendapatkan penghargaan Anugerah Bangga Buatan Indonesia 2020 adalah coffee roaster asal Ende, Nusa Tenggara Timur. Dinobatkan untuk kategori khusus usaha daerah terjauh.

Terkait itu, Rifki mengaku jika tolok ukur gerakan nasional tersebut kurang dia rasakan untuk roastery-nya. Namun dia menyebut, ada notifikasi di handphone-nya yang menyatakan dia berhak mendapat bantuan pemerintah untuk UMKM.

“Jadi saya didatangi di sini (Manado). Dari Pegadaian, saya bilang bahwa usaha ada di Samarinda, kata mereka enggak masalah,” ujarnya. Namun terkait manfaat langsung dari Bangga Buatan Indonesia, tak begitu dia rasakan.

Sejauh ini, dia melihat jika tipikal konsumen Indonesia khususnya kopi, masih didominasi penikmat biji kopi Nusantara. Disebutkan jika untuk biji kopi luar misal dari Afrika, Brazil hingga Kolombia, tak terlalu banyak.

Disebutkan Rifki jika penikmat kopi umumnya terlibat antara rasa dan memori. Ketersediaan biji kopi Indonesia yang beragam, meninggalkan memori bagi para peminumnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X