Covid-19 vs Pembelajaran Tatap Muka

- Senin, 21 Juni 2021 | 10:23 WIB

Oleh:

Afita Nur Hayati

Pegawai di IAIN Samarinda

 

Mendengar kata tsunami, mengingatkan duka di Aceh lebih dari 16 tahun lalu. Bagaimana media dan mereka yang masih hidup menggambarkan kejadian yang didahului gempa itu dalam waktu sekejap mampu meluluhlantakkan semua simbol-simbol keberadaan dan eksistensi manusia di muka bumi.  Tidak bermaksud membuka luka lama, tetapi kata itu muncul kembali ke permukaan karena adanya gelombang Covid-19 kedua di India.

Berita yang beredar, India mengalami tsunami Covid-19. Terlepas mengalami penghiperbolaan atau tidak, harus menjadikan kita waspada.  Bahwa abai terhadap protokol kesehatan itu berbahaya.  Baik bagi diri sendiri maupun orang lain.  Memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak aman ketika berada dalam situasi berkelompok menjadi rutinitas wajib yang harus terus dilakukan.

Pemerintah sudah melakukan ikhtiar dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Salah satunya pilihan menjalankan komunikasi dalam bentuk virtual ketika merayakan kemenangan. Adat kebiasaan baru yang mengharuskan muncul dalam masyarakat Indonesia karena berada dalam situasi pencegahan meluasnya penyebaran virus dan kecepatan kita keluar dari pandemi. Guyub rukun dan berkumpul dengan sanak keluarga yang sudah membudaya harus menghilang sementara. Teknologi yang memudahkan pun tidak bisa menggantikan sentuhan dan belaian dari proses silaturahmi secara tatap muka. Tapi itu jalan untuk menyayangi mereka yang lebih rentan terhadap virus secara aturan kesehatan.

Bagaimana dengan proses pembelajaran setelah satu tahun lebih ‘dipaksa’ untuk berada dalam jaringan? Siapa yang akan menang? Walau bukan sebuah ajang pertandingan tetapi apakah Covid-19 yang akan naik podium -nauzubillah, jauhkan bala atau berinteraksinya para penerus bangsa ini dalam sebuah lingkungan pembelajaran kondusif yang akan berjaya? Belajar memang bisa dari mana saja, kapan saja, dan dimana saja. Tetapi suasana pembelajaran juga penting untuk ada. Akankah sekolah-sekolah formal gulung tikar? Kejar paket C dan A akan semakin membudaya. Home schooling menjadi pilihan. Boarding school tanpa penghuni menjadi saksi sejarah akan adanya wabah.

Tidak! Kami rindu berhubungan lebih dekat dengan teman kami, dengan guru kami, dengan dosen kami.  Teknologi memang memudahkan. Tetapi kami jenuh berkomunikasi secara terus-menerus dengan gawai, mata kami lelah terus berada di depan laptop. Kami perlu kebersamaan. Bersama berproses dalam pembelajaran. Tak harus full day seperti sebelum wabah datang. Kami siap diatur sesuai aturan-aturan pencegahan Covid-19.

Pembelajaran tatap muka yang ketika itu akan dijalankan awal 2021 lewat serangkaian persiapan secara aturan masih belum bisa terlaksana secara maksimal. Dasar yang digunakan ketika itu adalah masih tingginya kasus Covid-19 di sejumlah tempat. Daerah atau zona hijau bisa menyelenggarakan kegiatan tatap muka dengan aturan dan ketentuan kesehatan ketat. Tapi jangan harap bagi mereka yang masih di zona merah. 

Kuncinya memang ada di orangtua. Akan menyerahkan anak-anaknya kembali ke sekolah atau masih bertahan dalam pembelajaran jarak jauh? Sekolah memang bukan bengkel dimana barang yang masuk kurang baik akan keluar dalam kondisi baik setelah dilakukan proses treatment, tetapi di sekolahlah anak-anak belajar membentuk karakternya. Bagi orang tua yang memiliki kecukupan waktu dengan bekerja dari rumah, belajar bersama anak-anaknya mungkin masih efektif menggunakan pembelajaran dalam jaringan. Bagaimana dengan orang tua yang bekerja penuh di luar rumah? Apakah semua anak-anaknya sudah siap dan memiliki kemandirian untuk belajar dalam jaringan?

Kita lihat di pertengahan tahun ini, akankah semuanya bisa menjadi kenyataan? Vaksinasi sebagai bagian dari upaya mencegah penyebaran virus sudah massif dilakukan termasuk bagi para pendidik dan tenaga kependidikan. Setelah sebelumnya sekolah-sekolah menambah fasilitas tempat cuci tangan, pengecekan suhu di depan pintu masuk sekolah, pembelajaran tatap muka secara terbatas dengan jumlah peserta setengah dari kapasitas ruangan bagi orang tua yang mengizinkan anak-anaknya untuk kembali ke sekolah.

Mari kita tengadahkan tangan bersama meminta kepada-Nya di pengujung bulan suci ini, untuk menghilangkan kekuatan salah satu makhluk-Nya dalam melemahkan ketahanan tubuh manusia. Semoga pandemi segera berlalu. Agar proses diciptakannya manusia untuk beribadah dalam segala aspek kehidupan sebagai bentuk penghambaan kepada Tuhan dapat lebih maksimal. Kita tidak mengalami gelombang kedua Covid-19 seperti India. Dan pembelajaran tatap muka bisa benar-benar terlaksana. (***/rdh/k15)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X