SANGATTA – Permasalahan tenaga kerja asing (TKA) dan penggunaan alat berat dari luar negeri di PT Kobexindo Cement perlu diperjelas legalitasnya. Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim Wartoyo mengatakan, secara umum perusahaan belum mencantumkan surat keterangan kesehatan bagi TKA.
“Kami juga sudah ke lokasi. Kondisinya sangat miris. Terutama dari sisi keselamatan kerja,” ujarnya. Sejauh ini terdapat 28 TKA yang dilaporkan perusahaan tersebut. Ada pula empat kontraktor dan 12 subkontraktor, sehingga total keseluruhan mencapai 44 orang.
“Memang ada jabatan yang tidak boleh diisi oleh TKA. Misalnya HRD. Itu tidak boleh diisi TKA,” jelasnya.
Terkait alat berat yang berasal dari luar Indonesia, menurut dia, semua unit tersebut tidak boleh digerakkan sebelum ada sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal tersebut untuk mengurangi terjadinya kecelakaan atau penyakit yang timbul akibat pekerjaan.
“Berdasarkan Permenaker 2010 tentang Alat Pelindung Diri, semua unit alat harus dilakukan pengujian kemudian dioperasikan,” paparnya.
Apabila ditemukan TKA mengoperasikan alat berat tersebut, dapat langsung dihentikan. Sebab, tidak boleh mengoperasikan alat kalau belum memiliki lisensi. “Unit hanya dapat digerakkan oleh operator yang memiliki sertifikat K3. Jadi, semua unit dan operator harus disertifikasi,” ungkapnya.
Dia juga menyarankan, agar TKA yang bekerja di Indonesia hendaknya mengikuti kursus bahasa Indonesia selama tiga bulan. Sama halnya dengan orang Indonesia, sebelum bekerja di luar negeri.
“Makanya mau kami sosialisasikan. Orang lokal bisa menjadi operator alat berat. Jangan mencari operator dari luar. Harus prioritaskan orang Kutim,” pungkasnya.
Supervisor Public Relations dan Coordination PT Kobexindo Cement Wiliam menyebut, terkait perizinan TKA, prosesnya dimulai dari rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA). Kemudian lanjut ke izin menggunakan TKA, yang dilanjutkan bayar pajak.
“Setelah ini baru dibilang TKA dapat disebut memenuhi syarat bekerja,” ucapnya.
Adapun Manajer Legal Riki menanggapi terkait mekanisme penggunaan alat berat yang memang didatangkan dari luar negeri. Dia mengaku sudah membayar pajak alat berat ketika sampai di Indonesia.
“Kami sudah buat permit alat berat ketika sampai di Kutim. Kami belum melakukan konstruksi bangunan. Baru pematangan lahan,” bebernya. (dq/ind/k16)