Gubernur Kecele Sikap Menkominfo, Atasi Blank Spot, Pemda Siap Pangkas Birokrasi Investasi

- Sabtu, 19 Juni 2021 | 13:47 WIB
Isran Noor
Isran Noor

BALIKPAPAN–Harapan agar pusat ikut membiayai 138 desa/kelurahan yang kesulitan akses internet di Kaltim menipis. Pernah berkarier di Kaltim, rupanya tak serta-merta membuat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johny G Plate begitu saja mengalokasikan anggaran. Sikap itu membuat Gubernur Isran Noor kecewa.

“Saya sudah ketemu dengan Menkominfo. Dia bilang mau dilihat dulu dari sisi programnya (Kemenkominfo). Kalau dari sisi program, sudah lah. Enggak bakalan kita dapat prioritas,” keluh mantan bupati Kutim di Hotel Novotel Balikpapan. Padahal, sambung gubernur, pada dekade 1980-an, Menkominfo pernah bekerja di salah satu perusahaan perkebunan di Bengalon, Kutim. "Di tempatnya kerja dulu di Bengalon, masih banyak blank spot. Pak menteri itu, dari Bengalon dulu, karyawan. Saya bilang di Bengalon masih banyak blank spot, katanya nanti saya lihat dulu,” imbuh Ketua DPD Partai NasDem Kaltim itu.

Karena mendapat jawaban yang tidak sesuai keinginan, Isran pun tidak melanjutkan pembahasan tersebut. Sehingga dia tidak berharap lagi dengan bantuan APBN. Sehingga perlu mencari terobosan dengan melibatkan kerja sama pihak swasta. Sehingga permasalahan blank spot di Kabupaten Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kutai Timur, Berau, dan Paser teratasi. “Kalau membangun BTS (base transceiver station atau stasiun pemancar)-nya enggak terlalu sulit. Mungkin kerja sama dengan pihak swasta,” ungkapnya. Mengutip data yang dirilis Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim, dari 197 kelurahan dan 841 desa, terdapat 138 desa dan kelurahan yang masih mengalami blank spot.

Kepala Diskominfo Kaltim Muhammad Faisal mengatakan, pemerintah daerah sifatnya hanya membantu memfasilitasi. Sementara untuk penyediaan jaringan telekomunikasi, merupakan ranah provider. Baik dari perusahaan atau badan usaha yang menyediakan layanan telekomunikasi kepada penggunanya. Sehingga sifatnya business to business (B2B) antara perusahaan penyedia layanan telekomunikasi dengan konsumen selaku penggunanya.

Lanjut Faisal, pemerintah tidak dapat berbuat banyak membantu akses konektivitas dengan provider. “Apalagi secara geografi, Kaltim ini wilayahnya jauh dan banyak menembus hutan. Sedangkan dari segi demografi, penduduknya tidak terlalu banyak. Tapi secara umum, mereka (provider) selalu bilang pasti akan mengembangkan bisnisnya. Supaya blank spot bisa diatasi,” katanya. Kendala lain, biaya investasi membangun akses jaringan telekomunikasi cukup mahal. Untuk membangun menara pemancar di daerah hulu dengan jangkauan sekitar 70–100 meter, membutuhkan biaya sekitar Rp 1,5 miliar.

Itu belum termasuk biaya lahan pembangunan menara, jalan pendekat, hingga tenaga untuk menghidupkan stasiun pemancar. Baik menggunakan tenaga listrik maupun tenaga surya. Dengan biaya itu, ditambah jumlah penduduk yang tidak banyak, penyedia layanan komunikasi memutar otak membangun jaringan di wilayah terpencil. “Makanya kami harus bersama-sama mereka agar mau memasang. Itu yang kami masih lakukan pendekatan,” katanya. Pemerintah daerah pun berupaya mencoba mengurangi investasi dari penyedia layanan komunikasi untuk membangun stasiun pemancar di wilayah perbatasan.

Seperti membantu penyediaan lahan untuk pembangunan menara pemancar. Selain itu, bisa juga membantu pembangunan sarana pendukung menara pemancar dengan mengusulkan anggaran ke pemerintah pusat. Akan tetapi, masih ada permasalahan mengenai dayanya. Yang masih membutuhkan tenaga listrik. Sehingga, kalau tidak ada listrik, bisa menggunakan genset atau tenaga surya. Yang tentunya harus mendapat pengawasan, agar tidak diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Problem-nya ini sebenarnya kompleks. Karena, kita ini wilayahnya sulit. Dan sulit dijangkau juga,” terangnya.

Pada tahun ini, Diskominfo Kaltim akan berkolaborasi dengan pihak swasta. Sementara tahun depan, akan dirumuskan solusi jangka pendek mengatasi konektivitas telekomunikasi di Kaltim. Kemenkominfo, ucap Faisal, masih memprioritaskan wilayah 3T. Akan tetapi, Berau yang masuk wilayah 3T pun tidak masuk dalam prioritas tersebut. Setelah dikonfirmasi, ternyata wilayah 3T yang masuk dalam program prioritas konektivitas itu diputuskan melalui keputusan menkominfo. “Jadi 3T masih versinya pusat. Targetnya tahun depan, ada program untuk mengurangi daerah blank spot. Tapi kami belum berani tentukan wilayahnya di mana dulu,” pungkas Faisal. (kip/riz/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X