Pelaksana Proyek Irigasi Dituntut 9 Tahun

- Sabtu, 19 Juni 2021 | 11:21 WIB

SAMARINDA–Tak sesuai perencanaan hingga dibangun tanpa izin kementerian di lahan konservasi, jadi dasar pertimbangan tuntutan untuk tiga terdakwa korupsi proyek irigasi di Desa Sepatin, Anggana, Kutai Kartanegara (Kukar). Besaran pidana yang dilayangkan JPU Iqbal, Ando Rumapea, dan Edi Setiawan pun beragam sesuai peran ketiganya.

Maladi jadi terdakwa yang pertama mendengarkan berkas tuntutan dibacakan beskal dari Kejari Tenggarong itu. Pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut dinilai turut serta memperkaya orang lain dalam proyek senilai Rp 9,58 miliar itu. ASN Pemkab Kukar itu dituntut selama 4 tahun pidana penjara. “Selain itu, terdakwa dibebani denda Rp 50 juta subsider 3 bulan pidana kurungan,” ucap JPU Iqbal membaca amar tuntutan.

Menurut para beskal, pada 2013, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kukar merencanakan perbaikan saluran sungai untuk jalur distribusi air ke tambak warga di Desa Sepatin. CV Smart Tehnik Konsultan ditunjuk sebagai konsultan perencana. Kemudian menyusun acuan dasar peningkatan tersebut. Tujuh tambak warga dengan lahan seluas 559.84 hektare atau 47 petak tambak dinilai perlu penguatan irigasi.

Maladi ditunjuk sebagai PPK menyurvei ulang lokasi kegiatan tersebut di Anggana. Berkoordinasi dengan kepala desa setempat, diusulkan hanya lima tambak seluas 388.04 hektare atau 31 petak yang diajukan untuk dilelang. Rekanan yang mengerjakan proyek ini pun dicari. Namun, Sambung Iqbal membaca dakwaan, penyusutan itu tak dibarengi dengan berubahnya estimasi kebutuhan awal yang diusulkan sebesar Rp 9,58 miliar.

Ketika lelang, Moh Thamrin  meminjam bendera usaha milik Amiruddin, yakni PT API. Perusahaan ini mengikuti lelang proyek irigasi. Dengan kompensasi, selepas pekerjaan selesai ada bagi hasil Rp 300 juta dari peminjaman badan usaha tersebut. “PT API milik terdakwa Amiruddin yang dipinjam terdakwa Moh Thamrin memenangi lelang dengan penawaran terendah sebesar Rp 9,08 miliar,” urai kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Tenggarong ini.

Pada 18 September 2014, kata Jaksa Ando gilirannya membaca tuntutan,  terdakwa Maladi dan Moh Thamrin bersama-sama kembali menyurvei lokasi pekerjaan. Namun, proyek tak mungkin terlaksana. Karena tertutup rimbunnya pohon nipah dan belum terdapat tanggul untuk menunjang drainase yang hendak dikerjakan.

Tanpa adendum, keduanya menggeser kegiatan itu ke kawasan tambak milik warga lainnya. Lalu mengubah bentuk kegiatan dari peningkatan jaringan irigasi menjadi peninggian tanggul tambak. Masalah lain muncul, lima tambak warga yang mendapat limpahan proyek itu berada di kawasan budi daya hutan. Sesuai Surat Telaahan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IV Direktorat Jendral Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan Nomor S.580/BPKH IV-2/2014 tertanggal 24 Juli 2014.

“Selain tanpa adendum, pergeseran pekerjaan ini tak berkoodinasi ke BPKH untuk mengurus izin kegiatan tersebut di atas kawasan budi daya hutan,” lanjut Ando. Jika menilik dari proses awal penyusunan, proyek ini penuh dengan kejanggalan. Berangkat dari permintaan warga lewat musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) untuk menormalisasi anak sungai yang membuat kapal warga tak bisa lewat lantaran pendangkalan.

Proyek yang tersusun untuk dikerjakan pada 2014 malah berubah menjadi penguatan irigasi tambak warga. Ketika dikerjakan terdakwa M Thamrin, malah berubah jadi tanggul. Dengan demikian, JPU menilai kerugian dari proyek ini sebesar nilai proyek alias Rp 9,08 miliar.

Amiruddin dituntut selama 6 tahun pidana penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan. Untuk uang pengganti dia dibebankan Rp 300 juta subsider 3 tahun pidana penjara.

“Nilai uang pengganti ini berdasarkan fee dari bendera usaha terdakwa Amiruddin yang dipinjam terdakwa M Thamrin sebesar Rp 300 juta,” giliran jaksa Edi menguraikan amar tuntutan. M Thamrin jadi terdakwa yang menerima tuntutan terberat. Dia dituntut selama 9 tahun pidana penjara dari perkara ini. Kendati proyek rampung, nyatanya pekerjaan itu tak sesuai dengan perencanaannya yang disusun. Terlebih, kini hasil proyek tersebut tak bisa dimanfaatkan Pemkab Kukar lantaran dikuasai masyarakat setempat.

Untuk uang pengganti, dia dibebankan untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp 8,7 miliar. jika kerugian ini tak diganti paling lambat 30 hari selepas perkara inkrah, maka harta benda miliknya akan disita untuk menutupi kerugian negara. “Jika harta benda itu pun tak cukup, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan,” kata jaksa Iqbal membaca tuntutan. Selepas mendengarkan hal tersebut, majelis hakim yang dipimpin Joni Kondolele bersama Parmatoni dan Ukar Priyambodo memberikan terdakwa dan kuasa hukumnya untuk menyusun pembelaan.

“Pembelaan akan dibacakan pada 21 Juni nanti. Terdakwa silakan berkoordinasi dengan penasihat hukum untuk menyusun pembelaan. Bisa pula terdakwa membuat sendiri pembelaan itu,” singkat Joni menutup persidangan. (ryu/riz/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X