Wakil rakyat mempertanyakan legalitas tenaga kerja asing yang bekerja di PT Kobexindo Cement. Begitu juga dengan penggunaan alat berat yang didatangkan dari luar negeri.
SANGATTA – Rapat dengar pendapatantara DPRD Kutai Timur (Kutim) dan PT Kobexindo Cement beberapa hari lalu, tak hanya membahas permasalahan syarat lowongan kerja berbahasa Mandarin. Pembahasan terkait perusahaan yang beroperasi di perbatasan Kecamatan Kaliorang-Bengalon itu, melebar pada permasalahan lainnya.
Anggota Komisi B, Faisal Rachman, mempertanyakan informasi terkait maraknya operator alat berat yang merupakan tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok. Termasuk berapa jumlah karyawan lokal. “Kalau bisa TKA yang bekerja memang betul-betul mengisi posisi krusial,” tegasnya.
Selain itu, ada alat berat sudah banyak yang dioperasikan. Pasalnya, sudah 20 excavator beroperasi. Bekerja dengan alat sebanyak itu, hanya satu bulan gunung sudah rata. Dia juga mempertanyakan persyaratan penggunaan alat berat asal luar negeri tersebut.
“Apakah persyaratan pengoperasiannya sudah legal? Mulai dari pajaknya dan lainnya. Percuma saja ada investasi tapi tidak berpengaruh pada daerah,” sebutnya.
Semua itu, katanya, harus diperjelas. Apakah legalitasnya sudah lengkap sehingga bisa beroperasi. Mulai dari pembongkaran gunung dan pembangunan pondasi jembatan di Pantai Sekerat. “Jangan sampai belum ada izin sudah dioperasikan,” tambah politikus PDIP itu.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kutim Asmawardi mengatakan, perlu diperjelas juga status warga negara asing (WNA) yang bekerja bagi perusahaan dengan modal asing tersebut. Sebab, saat menggelar inspeksi mendadak (sidak), pihaknya menemukan kejanggalan.
“Kalau mereka mendaftar ke Disnaker, sudah kah dicek visa mereka. Jangan sampai Disnaker hanya menerima nama. Legalitas harus dilihat. Visa mereka itu untuk apa. Termasuk masa berlakunya,” ucapnya.
Pasalnya, saat sidak mereka menemukan visa WNA dengan tujuan visit atau kunjungan. Jangan sampai visa berlibur dan berkunjung tapi digunakan untuk bekerja.
“Jangan sampai ilegal. Ini harus diperjelas. Saya punya banyak informan. Jadi, ketika ada kunjungan melintasi lokasi tersebut, WNA banyak yang lari ke hutan. Informasinya ada yang didatangkan melalui lajur laut,” bebernya.
Apabila semua WNA yang bekerja di perusahaan tersebut terdaftar, tentu akan berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD). Dia juga menyarankan, agar pemerintah membentuk tim khusus pengawasan orang asing (timpora).
“Keanggotaannya terdiri dari TNI-Polri, kejaksaan, pengadilan dan OPD terkait. Apalagi ke depan, investasi asing pasti semakin berkembang di Kutim,” tuturnya. “Yang jelas, harus berdayakan tenaga kerja lokal. Termasuk kontraktor lokal. Supaya tidak jadi penonton di daerah sendiri,” tutup politikus PAN itu. (dq/ind)