Akademisi Unmul Sayangkan Pemprov Cenderung Diam Hadapi Konflik Yayasan Melati dan SMA Negeri 10 

- Kamis, 17 Juni 2021 | 17:00 WIB
Herdiansyah Hamzah
Herdiansyah Hamzah

SAMARINDA - Akademisi Universitas Mulawarman Fakultas Hukum Herdiansyah Hamzah disapa akrab Castro menyayangkan sikap Pemprov Kaltim dan jajarannya cenderung diam dalam konflik Yayasan Melati dan SMA Negeri 10.

Konflik lama antara kedua institusi tersebut kembali mengemuka setelah 5 Juni 2021 lalu ada pihak yang melakukan upaya pengosongan gedung SMAN 10 Samarinda di Jalan HAM Rifaddin, Kecamatan Loa Janan Ilir dengan membuka paksa gembok pintu sebuah gedung lalu, meja-meja didalamnya dikeluarkan.

"Sikap Pemprov dan jajarannya yang cenderung diam. Ini tentu sangat kita sayangkan. Sebagai pemegang hak pakai tanah, harusnya Pemprov mengambil alih kendali," kata Castro, Kamis (17/6/2021). 

Pemprov Kaltim, dikatakan Castro, mesti mengambil tindakan menghalangi terhadap siapapun yang mencoba merusak aset dan fasilitas milik negara. 

"Pemprov harus tegas dan punya keberpihakan. Sebab perkara ini tidak hanya sekedar tanah dan aset semata, tapi menyangkut masa depan pendidikan di kaltim, masa depan anak-anak kita semua," jelas Castro. 

Castro menilai putusan Kasasi (Nomor 64 K/TUN/2016) maupun PK (Nomor 72 PK/TUN/2017) yang secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati merupakan putusan dalam perkara ini sudah final (inkracht), yang berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya. 

"Dalam putusan Kasasi dan PK tersebut, MA menolak permohonan Yayasan Melati, dimana menurut MA, baik secara judex facti maupun judex juris, putusan PN, PT, hingga Kasasi sudah tepat dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapannya," katanya. 

Dikatakan Castro, putusan MA menegaskan bahwa pemegang hak pakai tanah di lokasi tersebut adalah Pemprov Kaltim, sedangkan Yayasan Melati hanya bersifat pinjam pakai. Oleh karena itu, SK Gubernur Nomor 180/K.745/2014 yang mencabut status pinjam pakai Yayasan Melati itu, sudah sesuai dengan prosedur. 

"Berdasarkan putusan Kasasi dan PK itu, semestinya Yayasan Melati yang dipersilahkan angkat kaki dari lokasi itu, bukan malah pihak SMA 10. Sebab secara hukum, pemegang hak pakai tanah adalah Pemprov Kaltim. Dalam posisi ini, seharusnya Pemprov Kaltim memberikan prioritas penggunaan lokasi dan faslitas kepada SMA 10, mengingat urgensinya sebagai sarana pendidikan. Tapi anehnya, kenapa justru pihak Yayasan Melati yang bersikeras memindahkan sekolah dari lokasi, bahkan dengan cara yang diduga merusak fasilitas sekolah?," kata Castro. 

Pengrusakan terhadap fasilitas sekolah, dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana murni. Bisa disangkakan dengan delik pidana pengrusakan barang milik orang lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP. Ancaman pidananya paling lama 2 tahun 8 bulan. 

"Jadi untuk memberikan efek jera, mestinya hal ini diproses secara hukum, tidak boleh didiamkan. Sebab tiada seorangpun diperboleh merusak barang orang lain, terlebih fasilitas sekolah yang merupakan miliki publik. Mendiamkan peristiwa ini, justru akan menjadi preseden buruk kedepannya," jelas Castro. (myn)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X